“Ini sangat merugikan masyarakat. Mereka membayar dengan harga tinggi, namun yang diterima adalah BBM oplosan. Kami percaya Pertamina menjaga kualitas untuk konsumen, namun ternyata kita dibohongi,” ungkap Fuad.
Fuad juga menyoroti permasalahan kelangkaan BBM dan antrean panjang di Kaltim, yang terasa semakin ironis mengingat daerah ini merupakan penghasil minyak.
Bahkan, antrean panjang di Kaltim sering kali lebih parah dibandingkan di Pulau Jawa.
“Pertalite sering kali habis di SPBU, antrean panjang tak terhindarkan. Ini sudah menjadi masalah yang terus berulang. Terlebih di Samarinda, masih marak pengetapan, di mana BBM bersubsidi dijual kembali dengan harga lebih tinggi,” tambahnya.
Ia menegaskan bahwa PT Pertamina kini berada di bawah sorotan tajam publik, terutama setelah penangkapan sejumlah pejabat tinggi perusahaan tersebut.
Fuad meminta agar investigasi yang sama dilakukan terhadap tata niaga BBM di Kaltim, untuk mengatasi masalah kelangkaan dan antrean yang terjadi sejak lama.
“Saya pikir setelah kejadian ini, Pertamina akan terus menjadi fokus perhatian, terutama di DPRD. Kami akan melakukan investigasi langsung ke Pertamina untuk mencari tahu mengapa kelangkaan masih terjadi, padahal distribusi BBM seharusnya sudah sesuai ketentuan,” ujar Fuad.
Fuad menambahkan, masyarakat Kaltim memiliki daya beli yang tinggi terhadap Pertamax, dengan banyak warga yang bersedia membayar lebih untuk mendapatkan BBM berkualitas.
Karena itu, transparansi dalam tata niaga BBM sangat penting untuk memastikan agar masyarakat tidak terus-menerus dirugikan.
“Masyarakat hanya ingin BBM yang mudah didapatkan, tanpa adanya masalah lainnya. Saya berharap ke depannya ada investigasi mendalam untuk menyelesaikan masalah ini dengan tuntas,” tandas Fuad.