BorneoFlash.com, BONTANG – Pemerintah Kota (Pemkot) Bontang di bawah kepemimpinan Wali Kota Neni Moerniaeni mengambil langkah progresif dalam menangani kasus stunting. Salah satu prioritas 100 hari kerja Wali Kota adalah memastikan intervensi stunting dilakukan secara tepat sasaran, berbasis data faktual dan diagnosis medis, bukan asumsi.
Dalam rapat evaluasi di Rumah Jabatan Wali Kota, Senin (26/5/2025), Neni menegaskan pentingnya memisahkan anak bertubuh pendek karena faktor genetik dari yang benar-benar mengalami stunting akibat kekurangan gizi.
“Dulu semua anak pendek langsung dianggap stunting. Padahal tidak semuanya terkait gizi. Bisa saja karena faktor genetik. Kalau kita samaratakan, intervensinya bisa salah arah,” jelasnya.
Selama dua bulan, dari April hingga Mei 2025, Pemkot Bontang melaksanakan operasi timbang terhadap 10.047 balita di 15 kelurahan. Dari jumlah itu, 1.752 anak terdeteksi memiliki tubuh pendek. Namun, dengan keterlibatan dokter spesialis anak dan ahli gizi, data tersebut dianalisis lebih lanjut dan dibagi ke dalam tiga kategori:
- Pendek, gizi baik, berat badan normal: 885 anak
- Pendek, gizi baik, berat badan kurang: 676 anak
- Pendek, gizi kurang, berat badan kurang: 191 anak
Dari total itu, sekitar 880 anak didiagnosis pendek karena faktor genetik, sehingga tidak dikategorikan sebagai stunting. Hasilnya, jumlah balita yang benar-benar masuk klasifikasi stunting adalah 1.219 anak atau 12 persen, turun signifikan dari angka 20,6 persen pada Agustus 2024.
“Ini bukan data estimasi seperti milik BPS yang berbasis survei. Kita lakukan sensus langsung dengan anamnesis tenaga medis. Ini membuat datanya jauh lebih valid,” ujar Neni.
Intervensi Terarah
Pemkot mencatat empat kelurahan dengan jumlah kasus stunting tertinggi, yakni:
- Bontang Lestari dan Tanjung Laut Indah: masing-masing 26 anak
- Loktuan: 24 anak
- Tanjung Laut: 21 anak
Sebagian besar kelurahan lainnya mencatat kasus di bawah 20 anak.
Untuk menekan angka tersebut, Pemkot Bontang mengalokasikan anggaran Rp 4 miliar guna program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) kepada balita dan 360 ibu hamil berisiko. Program ini akan dilaksanakan pada Juli–September 2025 melalui 142 posyandu dengan menu bernilai Rp 32 ribu per porsi, lengkap dengan protein dan kalori tinggi.
“Kami akan evaluasi program ini setiap tiga bulan,” jelas Neni.
Partisipasi Masyarakat Tinggi
Tingkat partisipasi masyarakat dalam program ini mencapai 99,94 persen, menunjukkan antusiasme dan dukungan kuat dari warga terhadap upaya pemerintah mengatasi stunting.
“Kami tidak mengejar angka semata, tapi ingin memastikan bahwa anak-anak Bontang tumbuh sehat berdasarkan kondisi nyata, bukan estimasi,” tutup Neni. (*)