Kiprah Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi dan Menjadikan Dewan Pers Bukan “Super Body”

oleh -
Editor: Ardiansyah
Wina Armada Sukardi, Pakar Hukum dan Etika Pers.Foto: BorneoFlash.com/IST.
Wina Armada Sukardi, Pakar Hukum dan Etika Pers.Foto: BorneoFlash.com/IST.

Tak sampai disitu. Keputusan MK pun “sakral.” Keputusan MK bersifat final dan mengikat. Artinya, hanya lembaga MK saja yang berhak membahas dan menjatuhkan keputusan soal sesuatu norma bertentangan atau tidak bertentangan dengan norma konstitusi. Tak ada satu lembaga negara lain pun yang diberikan kewenangan itu, selain MK. Terhadap keputusan MK tak boleh ada lagi yang menilainya secara yuridis, kecuali MK sendiri.

    

Dalam hal ini posisi MK terang benderang. Dialah satu-satunya lembaga yang berhak menjaga kemurnian konstitusi.

     

Itu pun belum cukup. Semua keputusan MK tak bisa diganggu gugat. Tak ada banding. Langsung bersifat final sekaligus langsung mengikat. Ini sesuai dengan filosofi hukum, agar keputusan MK tak ada lagi yang boleh menilai. Suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju, wajib dipatuhi. Oleh sebab itu MKMK pun sama sekali tidak menjamah materi keputusan yang sudah dijatuhkan oleh MK, melainkan hanya mengulik soal-soal yang terkait etika.

     

Selama ini, seakan tak ada problem di MK. Tak ada masalah apapun. Apa yang sebenarnya terjadi di dalam MK, tak ada yang paham, kecuali sesama hakim MK sendiri. Ini lantaran selama itu tak ada yang memantau dan mengawasi “jeroannya.” MK seakan menjadi “super bodi” yang clean and clear alias bersih dan sehat.

     

Barulah setelah santer bertiup pelbagai keluhan, tudingan dan laporan terhadap sepak terjang MK, dibentuklah MKMK. Majelis Kehormatan ini bersifat etik. Mengawasi tingkah laku, moral dan proses mekanisme perkara. Tapi sama sekali tidak boleh “menyentuh” pokok perkara, lantaran itu sudah dogma menjadi wilayah dan independensi para hakimnya.

     

Baca Juga :  Polda Gelar Press Release Terkait Ancaman Terhadap Salah Satu Capres, Pemilik Akun Instagram Warga Kaltim

Setelah MKMK terbentuk dan melakukan pemantauan, pengawasan dan pemeriksaan, terbuktilah MK bukanlah lembaga yang “sedang baik-baik saja.” Rupanya banyak persoalan bercokol disana. MKMK pun memutuskan adanya beberapa pelanggaran etika dan menjatuhkan sanksi. Salah satu sanksi yang paling fundamental dan bersejarah adalah “memecat” ketua MK dari jabatannya sehingga hanya menjadi anggota biasa. Itu pun dengan kewenangan yang masih dibatasi pula.

   

Keputusan MKMK berdampak, baik bagi  MK sendiri maupun bagi penegakkan hukum secara menyeluruh. Keputusan itu lebih bersejarah lagi buat perkembangan politik dan tata negara Indonesia. 

    

Kalaulah tidak dibentuk MKMK, tak mungkin ada keputusan seperti itu. Kalau MK tetap dibiarkan menjadi “super bodi” tak pernah terkuak kelemahan-kelemahan MK. Itulah sebab sangat penting ada lembaga pengawasan terhadap lembaga manapun.

Simak berita dan artikel BorneoFlash lainnya di  Google News

banner 700x135

No More Posts Available.

No more pages to load.