Duduk Perkara di Desa Wadas Purworejo yang Sebabkan Konflik, Warga Dikepung dan Ditangkap Aparat

oleh -
Konflik antara aparat dengan warga di Desa Wadas bermula dari rencana proyek pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo. Foto: Berbagai sumber.
Konflik antara aparat dengan warga di Desa Wadas bermula dari rencana proyek pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo. Foto: Berbagai sumber.

Dari laman petisi “Hentikan Rencana Pertambangan Batuan Andesit di Desa Wadas” terungkap, luas lahan Desa Wadas yang akan dikeruk untuk penambangan andesit mencapai hingga 145 hektare. 

Warga pun menolak rencana penambangan tersebut. Sebab, hal itu dikhawatirkan akan merusak 28 titik sumber mata air warga desa. 

Dengan rusaknya sumber mata air akan berakibat pada kerusakan lahan pertanian. Lebih lanjut, warga kehilangan mata pencaharian. 

Penambangan tersebut juga dikhawatirkan akan menyebabkan Desa Wadas semakin rawan longsor. 

Apalagi, berdasarkan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purworejo 2011-2031, Kecamatan Bener, termasuk di dalamnya Desa Wadas, merupakan bagian dari kawasan yang rawan bencana tanah longsor. 

Dikutip dari laman resmi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, walhi.or.id, proyek tambang di Desa Wadas ini merupakan tambang quarry atau penambangan terbuka (dikeruk tanpa sisa) yang rencananya berjalan selama 5 tahun.

Proyek Bendungan Bener memerlukan pasokan batuan andesit sebagai material pembangunan. Oleh pemerintah, kebutuhan batu andesit ini diambil dari Desa Wadas. Foto: Berbagai Sumber.
Proyek Bendungan Bener memerlukan pasokan batuan andesit sebagai material pembangunan. Oleh pemerintah, kebutuhan batu andesit ini diambil dari Desa Wadas. Foto: Berbagai Sumber.

Penambangan batu itu dilakukan dengan cara bor, dikeruk, dan diledakkan menggunakan 5.300 ton dinamit atau 5.280.210 kilogram, hingga kedalaman 40 meter. 

Tambang quarry batuan andesit di Desa Wadas menargetkan 15,53 juta meter kubik material batuan andesit untuk pembangunan Bendungan Bener. 

Maka jika hal itu terjadi, menurut Walhi, bentang alam di desa tersebut akan hilang dan ekosistemnya rusak.(*)

Simak berita dan artikel BorneoFlash lainnya di  Google News

banner 700x135