BorneoFlash.com, JAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap sejumlah masalah dalam pengelolaan keuangan negara, seperti ketidaksesuaian data perpajakan dan lemahnya pengendalian belanja pegawai. BPK menyampaikan temuan itu melalui Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2024 unaudited, yang mereka serahkan kepada DPR RI dalam Sidang Paripurna ke-19 Tahun Sidang 2024–2025 pada Selasa (27/5).
Ketua BPK, Isma Yatun, menjelaskan bahwa pihaknya mulai memeriksa laporan tersebut sejak menerima dokumen pada 21 Maret 2025. BPK menemukan ketidaksesuaian antara data penyetoran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) dengan catatan yang dimiliki wajib pajak dan wajib pungut. Sistem perpajakan yang ada belum mampu mendeteksi ketidaksesuaian tersebut secara otomatis.
“Tim pemeriksa menemukan perbedaan data penyetoran PPN dan PPh dengan data wajib pajak dan wajib pungut, yang belum terdeteksi oleh sistem secara otomatis,” ujar Isma.
BPK juga mencatat bahwa sejumlah kementerian dan lembaga belum mengendalikan belanja pegawai secara optimal. Selain itu, BPK menilai pemerintah belum mengelola sisa dana transfer ke daerah dengan penggunaan tertentu secara memadai. Pemerintah juga lambat dalam mempertanggungjawabkan belanja yang dibayar di muka.
“Pemerintah masih belum mengendalikan belanja pegawai dan mengelola sisa dana transfer ke daerah dengan baik,” tambah Isma.
Isma menegaskan bahwa pemerintah perlu meningkatkan efektivitas belanja negara agar dampaknya langsung dirasakan masyarakat. Ia juga mendorong DPR agar mengarahkan realokasi anggaran dari belanja yang kurang produktif ke belanja prioritas.
“Kami berharap DPR terus mendorong pemerintah mengalihkan belanja yang kurang produktif menjadi belanja prioritas yang berdampak nyata, sesuai langkah-langkah yang telah pemerintah inisiasi,” ujarnya.
Lebih lanjut, Isma menyoroti arah kebijakan pembangunan nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2025–2029. Ia meminta DPR aktif mengawasi pelaksanaan program-program strategis, seperti Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan program swasembada pangan.
Untuk meningkatkan ketepatan sasaran program, BPK mendorong pemerintah memanfaatkan Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) sebagai dasar memperbaiki tata kelola pembangunan dan menyalurkan manfaat langsung kepada masyarakat. (*)