Dalam penilaian kinerja koperasi, terdapat tiga aspek utama yang menjadi perhatian, yaitu:
Pemeringkatan Koperasi untuk menentukan kualitas koperasi. Dan penilaian kesehatan koperasi untuk mengklasifikasikan koperasi dalam kategori sehat, cukup sehat, dalam pengawasan, dan dalam pengawasan khusus. Serta penilaian prestasi Koperasi berdasarkan gabungan nilai pemeringkatan dan kesehatan koperasi.
Fredy juga menyoroti tantangan besar yang masih dihadapi koperasi, terutama terkait sumber daya manusia (SDM). Banyak koperasi, menurutnya, masih dikelola secara konvensional dan belum optimal dalam mengadopsi teknologi digital, terutama pasca-pandemi COVID-19 yang mempercepat transformasi digital di berbagai sektor.
“Pendidikan perkoperasian sangat penting. Bung Hatta pernah menegaskan, koperasi tanpa pendidikan bukanlah koperasi,” ujar Fredy, mengutip salah satu tokoh penting dalam sejarah koperasi Indonesia.
Selain itu, keterbatasan dalam penguasaan teknologi informasi, pelaporan keuangan, pemasaran, hingga permodalan menjadi tantangan nyata.
Fredy bahkan menyebut adanya “7 setan” yang harus dihilangkan agar koperasi mampu tumbuh sejajar dengan badan hukum lainnya seperti perseroan terbatas, yayasan, atau perkumpulan.

Menggambarkan kondisi koperasi di Balikpapan, Fredy menyebutkan bahwa dari total 587 koperasi yang terdata, hanya 126 koperasi yang dinyatakan sehat. Dalam penilaian kesehatan koperasi terbaru, hanya enam koperasi yang masuk kategori sehat, sedangkan sisanya berada dalam kategori cukup sehat atau bahkan dalam pengawasan khusus.
Penilaian ini merujuk pada Permen Koperasi Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pengawasan Koperasi, yang kini menjadi acuan standar dalam menilai kesehatan koperasi di Indonesia.
“Kita harus terus memperbaiki tata kelola koperasi agar bisa menjadi lembaga ekonomi yang kuat, mandiri, dan berdaya saing,” pungkas Fredy Antoni. (*)