Ahli menjawab dengan menjelaskan, yang pertama pemilik sebidang tanah harus hanya ada satu nama, dan itu dibuktikan dengan bukti formil (surat-surat) dan materil (tanahnya), yang berdasarkan contoh pengalaman saya biasanya terdapat makam (kuburan) di dalam area tanah tersebut.
“Yang kedua bisa membuktikan melalui silsilah tanah, dalam hal ini terdapat saksi yang menyaksikan kepemilikan tanah tersebut pada saat itu, jadi pertanyaannya buat kuat mana, tapi mana yang lebih dulu dan mana yang benar,” ucap Ahli menjelaskan.
Ahli juga mengatakan bahwa seorang Ahli bahasa tidak dapat menjadi alat bukti dalam satu perkara asli atau palsu. “Karena belum ada standar bahasa di tahun 1929,” kata ahli dengan tegas.
Rangkuman Sidang Sebelumnya
Berdasar keterangan dari saksi pihak keluarga AR, H. Hamsin kepada BorneoFlash.com. AR terlibat kasus lahan di kawasan Kariangau, Balikpapan Barat.
Dugaan penggunaan surat palsu yang didakwakan kepada AR, saat sidang pada 24 oktober 2023 AR bersama Penasehat hukumnya Hendrik Kusnianto menghadirkan saksi ahli peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dr. Joni Endardi.
Saksi Ahli yang juga merupakan mantan ASN dan juga Peneliti di Balai Bahasa Yogyakarta (BBY) Unit Kerja milik kementerian Pendidikan Nasional, yang melalui pengalaman yang dimilikinya dalam meneliti bahasa atau linguistik di seluruh Indonesia.
Dari seluruh perspektif keilmuan bidang linguistik yang dimilikinya, bahkan dari jenis kertas nya pun, Dr. Joni telah menganalisa dan mempelajari Surat Segel 16 Desember 1929 adalah Sahih, sudah sesuai dengan ejaan dan gaya bahasa yang berlaku pada saat diterbitkannya surat yaitu Ejaan Van Ovuijsen yang berlaku pada tahun 1901 sampai dengan 1947.
Ia juga menyampaikan seorang ahli bahasa tidak boleh dan tidak ada kewenangan menyatakan palsu atau tidaknya suatu surat.
Hal ini berbeda dengan pendapat ahli Kifitian Hady Prasetya, (Ketua Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Balikpapan), yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum Asrina Marina, pada persidangan sebelumnya yang menyimpulkan surat segel 16 Desember 1929 bisa iya bisa tidak dikatakan Palsu.
Setelah meneliti surat tersebut, dan ahli Kiftian Hady pada saat Di BAP penyidik Polda Kaltim jelas menyampaikan bahwa surat tersebut adalah palsu karena ada beberapa kata pada surat tersebut tidak sesuai ejaan Van Ovuijsen yang berlaku pada saat itu hingga hal ini menyeret Ahmad Rafii sebagai tersangka hingga dipidana ke persidangan di Pengadilan Negeri Balikpapan.