Polemik Penyitaan Aset Korupsi Timah: Kuasa Hukum Desak Kejagung Ikuti Aturan yang Berlaku

oleh -
Penulis: Wahyuddin Nurhidayat
Editor: Ardiansyah
Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar (kedua kanan) menyampaikan keterangan penetapan tersangka baru kasus timah di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (19/11/2024). Kejaksaan Agung menahan Hendry Lie selaku pemilik manfaat PT Tinido Inter Nusa (TIN) usai ditangkap di Bandara Soekarno Hatta dari Singapura terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah Tbk pada tahun 2015?2022 yang merugikan negara sekitar Rp300 triliun. Idlan Dziqri Mahmudi/wpa.(IDLAN DZIQRI MAHMUDI)
Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar (kedua kanan) menyampaikan keterangan penetapan tersangka baru kasus timah di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (19/11/2024). Kejaksaan Agung menahan Hendry Lie selaku pemilik manfaat PT Tinido Inter Nusa (TIN) usai ditangkap di Bandara Soekarno Hatta dari Singapura terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah Tbk pada tahun 2015?2022 yang merugikan negara sekitar Rp300 triliun. Idlan Dziqri Mahmudi/wpa.(IDLAN DZIQRI MAHMUDI)

BorneoFlash.com, JAKARTA – Kuasa hukum Robert Indarto, Handika Honggowongso, memprotes rencana Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menyita seluruh aset terdakwa guna menutupi kerugian negara sebesar Rp 332,6 triliun.

 

Handika mengingatkan Kejagung agar mematuhi ketentuan hukum, khususnya Pasal 18 Ayat 1 Huruf b UU Tipikor, yang melarang pembebanan uang pengganti melebihi kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.

 

Ia berpendapat bahwa jumlah kerugian negara yang tercantum dalam dakwaan, yaitu Rp 300 triliun, tidak dapat sepenuhnya dibebankan kepada terdakwa.

 

Handika juga menjelaskan bahwa PT Timah telah memberikan kompensasi sebesar Rp 26 triliun kepada mitra tambang dan masyarakat antara 2015 hingga 2022, namun jumlah tersebut masih jauh lebih kecil dibandingkan kerusakan lingkungan yang diperkirakan mencapai Rp 271 triliun.

 

Meskipun demikian, kerusakan lingkungan sudah ditangani melalui program reklamasi yang dikelola oleh PT Timah. Handika menegaskan bahwa negara sebenarnya telah memperoleh keuntungan dari pembayaran royalti dan pajak yang totalnya sekitar Rp 2 triliun.

 

Lebih lanjut, Handika menegaskan bahwa jika Kejagung ingin membebankan kerugian negara sebesar Rp 332 triliun, langkah yang tepat adalah melalui gugatan perdata, bukan melalui jalur pidana.

 

Sebelumnya, Kejagung mengungkapkan rencana untuk menyita aset seluruh tersangka dalam kasus korupsi tata niaga timah untuk menutupi kerugian negara tersebut.

 

Penyitaan ini akan dihitung berdasarkan nilai aset yang telah disita, yang kemudian dilelang untuk menutupi uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan. (*)

Simak berita dan artikel BorneoFlash lainnya di  Google News

banner 700x135

No More Posts Available.

No more pages to load.