Sebenarnya, dalam forum rapat tersebut Kabupaten dan Kota lainnya sudah dapat memahami dan memakluminya tentang penjelasan Kafilah Kota Balikpapan.
“Kita tidak lepas dari petunjuk Peraturan Menteri Agama Nomor 15 Tahun 2019 tentang MTQ dan STQ, pasal 5 ketentuan persyaratan Peserta MTQ ayat 1, 2, 3, dan 4 dalam membangun dan menyiapkan kafilah Kota Balikpapan sebagai tuan rumah. Silahkan dibaca,” katanya.
Kalau mempelajari tentang Permen Kemenag tersebut, terdapat 3 syarat pokok sebagai peserta MTQ itu yakni pertama syarat pembinaan berjenjang artinya peserta yang dapat mengikuti MTQ Provinsi adalah peserta yang sudah mengikuti MTQ tingkat kecamatan dan MTQ tingkat kota.
Hal tersebut dibuktikan dengan sertifikat, atau keputusan dewan hakim. “Jadi tidak boleh ujung-ujung langsung ikut MTQ Tingkat Provinsi. Nah seluruh peserta MTQ Kota Balikpapan sudah melalui jenjang pembinaan tersebut,” ungkapnya.
Kedua, bukti sah mewakili suatu wilayah atau daerah yang dibuktikan dengan memiliki KTP setempat atau Kartu Keluarga. Seluruh peserta MTQ Kota Balikpapan sudah ber KTP Balikpapan.
Kemudian syarat ketiga adalah diatur lebih lanjut dengan Dirjen Kemenag, bukan LPTQ ya. “Kita telusuri, apa yang diatur, yaitu terkait dengan e-MTQ, dimana didalamnya dalam aplikasi pendaftaran peserta MTQ, ada syarat orang yang menjadi peserta MTQ wajib membuktikan sudah domisili 6 bulan,” sebutnya.
Kalau surat LPTQ yang diluar kewenangannya dan bertentangan menurut Permenag RI tersebut, kemudian mengatur sendiri syarat domisili, yang baru dikeluarkan pada bulan Januari 2023 dimana syarat administrasi pendaftaran peserta MTQ ke-44 minimal 1 tahun.
“Kami dari Kota Balikpapan sangat tidak bisa mengerti regulasi, norma atau parameter apa yang digunakan untuk menentukan diskualifikasi tersebut selain Peraturan Menteri Agama Nomor 15 Tahun 2019. Apa harus membuktikan “tembuni” ditanam di Balikpapan baru diperbolehkan jadi peserta kafilah MTQ Balikpapan,” serunya.
Zulkifli menegaskan, saat ini kondisi yang bersangkutan dianggap tidak diakui atau tidak berada di Kota Balikpapan, dengan adanya diskualifikasi ini. “Bisa saja yang bersangkutan secara pribadi merasa dirugikan dan dipermalukan atau keberatan akan mengajukan upaya hukum secara perdata maupun mengajukan gugatan PTUN,” pungkasnya.