BorneoFlash.com, PENAJAM – Kecilnya Dana Bagi Hasil (DBH) sawit yang diterima Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) kembali menjadi sorotan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) PPU.
Padahal, PPU merupakan salah satu wilayah penghasil kelapa sawit terbesar di Kalimantan Timur.
Wakil Ketua I DPRD PPU, Syahruddin M Noor, saat bertemu awak media pada Rabu (19/11/2025) menyebutkan bahwa kontribusi sawit selama ini menjadi salah satu penyangga fiskal daerah.
“Kelapa sawit ini sebenarnya jadi penopang fiskal kita,” ujarnya.
Namun, Syahruddin menilai pembagian DBH saat ini belum mencerminkan asas keadilan. Dengan kapasitas anggaran PPU yang termasuk paling kecil di Kaltim, seharusnya daerah ini memperoleh porsi lebih besar untuk memperkuat pembiayaan daerah—terlebih karena PPU berperan sebagai penyangga utama Ibu Kota Nusantara (IKN).
Ia menjelaskan, total potensi DBH sawit bagi PPU semestinya mencapai lebih dari Rp900 miliar. Setelah dipotong 50 persen oleh pemerintah pusat, seharusnya daerah menerima sekitar Rp450 miliar. Namun faktanya, PPU hanya memperoleh dana sekitar Rp200 miliar.
“Berarti potongannya lebih dari 50 persen. Sekitar 70 persen malah yang ditahan pusat,” tegasnya.
Syahruddin menambahkan, persoalan ini sudah disampaikan langsung kepada Kementerian Keuangan saat kunjungan DPRD sebulan lalu. Menurutnya, formula pembagian DBH saat ini tidak mencerminkan kontribusi nyata daerah penghasil.
“Beban kita makin besar sejak ada IKN. Seharusnya pusat bisa lebih mendukung,” katanya.
Ia juga menyoroti kabupaten atau kota tetangga yang justru menerima DBH lebih besar meski bukan wilayah penghasil sawit. Kondisi ini dinilai tidak logis jika melihat kontribusi PPU dalam sektor perkebunan.
“Kemenkeu bilang pakai formula proporsional. Tetapi malah daerah yang punya kebun dapatnya lebih kecil dari yang tidak punya kebun,” tandasnya. (*/Adv)





