BorneoFlash.com, PENAJAM – Kondisi keuangan Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) kembali menjadi sorotan.
Minimnya pendapatan daerah dari Dana Bagi Hasil (DBH) sawit dinilai tidak sebanding dengan kontribusi PPU sebagai daerah penghasil.
Wakil Ketua I DPRD PPU, Syahruddin M Noor, menyampaikan keprihatinannya saat diwawancarai wartawan, pada Selasa (18/11/2025).
Menurutnya, alokasi DBH sawit yang diterima PPU masih jauh dari ideal untuk mendukung berbagai program pembangunan daerah.
“Pendapatan daerah dari DBH, khususnya sektor perkebunan sawit, masih terlalu kecil. Ini menjadi tanda tanya bagi kami, padahal PPU adalah daerah penghasil,” ujarnya.
Syahruddin menjelaskan, saat kunjungan DPRD PPU ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) beberapa waktu lalu, pihak kementerian menyebut bahwa DBH dibagikan secara proporsional. Namun, ia menilai realisasinya tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.
“Kami mempertanyakan dasar penyusunan formulanya. Mengapa nilainya justru kecil untuk daerah penghasil? Ada daerah yang bahkan tidak punya kebun sawit, tapi menerima DBH lebih besar,” tegasnya.
Ia menyebut bahwa formula pembagian DBH saat ini kurang realistis. Salah satu contohnya, Kota Balikpapan yang tidak memiliki lahan sawit namun tetap mendapatkan DBH karena menjadi jalur distribusi CPO.
“Kita yang memiliki lahan merasakan dampak langsung, mulai dari bau Pabrik Kelapa Sawit (PKS) hingga limbahnya. Sementara daerah pengolah atau yang hanya dilalui distribusi justru tidak terlalu terdampak,” jelasnya.
Data tahun 2025 menunjukkan bahwa DBH sawit untuk PPU hanya sekitar Rp3 miliar, dan tahun depan bahkan diproyeksikan turun menjadi Rp2,3 miliar.
“Nilai itu sangat tidak berimbang dengan luas lahan yang kita punya. Kita penghasil, tapi dapat sedikit. Sementara daerah yang bukan penghasil, justru lebih besar dengan alasan hanya karena berstatus daerah tetangga,” tutup Syahruddin. (*/Adv)





