Dugaan Korupsi Minyak: Desakan Penggeledahan SKK Migas Mencuat

oleh -
Penulis: Wahyuddin Nurhidayat
Editor: Ardiansyah
Dok: Pertamina
Dok: Pertamina

BorneoFlash.com, JAKARTA – Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, menilai SKK Migas lebih relevan untuk digeledah dibanding Ditjen Migas karena memiliki peran utama dalam mengawasi dan mengendalikan KKKS.

 

Ia menegaskan bahwa Kejagung seharusnya fokus pada SKK Migas, karena lembaga ini bertanggung jawab dalam membina KKKS serta mengontrol pelaksanaan kontrak kerja sama.

 

Meski Ditjen Migas memiliki kewenangan sebagai regulator, khususnya dalam memberikan rekomendasi impor dan ekspor minyak, Yusri menegaskan bahwa SKK Migas tetap bertanggung jawab dalam membina, mengawasi, dan mengendalikan KKKS.

 

SKK Migas juga menandatangani kontrak kerja sama dan menunjuk penjual minyak serta gas bumi bagian negara guna memaksimalkan keuntungan bagi negara.

 

Sehari sebelumnya, penyidik Kejagung telah menggeledah Gedung Ditjen Migas Kementerian ESDM di Jakarta Selatan selama tujuh jam, dari pukul 12.00 hingga 18.45 WIB. Selain itu, penyidik Jampidsus telah memeriksa 70 saksi, termasuk saksi ahli, untuk menghitung potensi kerugian negara dalam kasus ini.

 

Kejagung menduga Pertamina melanggar aturan dalam proses impor minyak mentah setelah terbitnya Peraturan Menteri ESDM No. 42/2018. Aturan tersebut mewajibkan Pertamina menyerap minyak mentah produksi dalam negeri sebelum mengimpor. Selain itu, aturan ini juga mengharuskan KKKS swasta menawarkan minyaknya ke Pertamina sebelum mengekspor.

 

Namun, Kejagung menemukan indikasi bahwa KKKS swasta dan Pertamina, khususnya PT Integrated Supply Chain (ISJ) dan PT Kilang Pertamina Indonesia (KPI), berusaha menghindari kesepakatan tersebut. Kejagung menduga perbuatan melawan hukum ini menyebabkan kerugian negara.

 

Minyak mentah dan kondensat bagian negara yang seharusnya diolah di kilang Pertamina justru digantikan oleh minyak impor.

Baca Juga :  BSU Kemnaker Segera Cair

 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor minyak mentah Indonesia mengalami fluktuasi selama 2018—2023, tetapi cenderung meningkat setelah pandemi 2020. Pada 2018, impor mencapai 16,93 juta ton, kemudian turun pada 2019 dan 2020 masing-masing menjadi 11,75 juta ton dan 10,51 juta ton. Namun, tren meningkat kembali pada 2021 dengan 13,77 juta ton, 2022 sebesar 15,26 juta ton, dan 2023 mencapai 17,83 juta ton.

 

Kejagung terus mengumpulkan bukti dan mendalami kasus ini untuk mengungkap potensi pelanggaran lebih lanjut. (*)

Simak berita dan artikel BorneoFlash lainnya di  Google News

banner 700x135

No More Posts Available.

No more pages to load.