BorneoFlash.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung menduga Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR), anak pengusaha minyak Mohammad Riza Chalid, mendapat keuntungan dari impor minyak mentah dan produk kilang Pertamina. MKAR tercatat sebagai Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.
Tim penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) menemukan indikasi pelanggaran dalam pengelolaan minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero), Subholding, serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada 2018–2023. MKAR diduga terlibat bersama enam tersangka lain, yaitu:
- Riva Siahaan – Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
- Yoki Firnandi – Direktur Utama PT Pertamina International Shipping
- Sani Dinar Saifuddin – Direktur Optimalisasi dan Produk Pertamina Kilang Internasional
- Agus Purwono – Vice President Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional
- Gading Ramadhan – Komisaris PT Jenggala Maritim & Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak
- Dimas Werhaspati – Komisaris PT Navigator Khatulistiwa & Komisaris PT Jenggala Maritim Nusantara
Kejaksaan Agung menahan para tersangka selama 20 hari pertama.
Negara Rugi Rp193,7 Triliun
Penyidik mulai mengusut kasus ini sejak 2024 dan telah memeriksa 96 saksi serta menyita 969 dokumen dan 45 barang bukti elektronik. Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, menyebut dugaan korupsi ini merugikan negara Rp193,7 triliun, dengan rincian:
- Kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri: Rp35 triliun
- Kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/Broker: Rp2,7 triliun
- Kerugian impor BBM melalui DMUT/Broker: Rp9 triliun
- Kerugian pemberian kompensasi (2023): Rp126 triliun
- Kerugian pemberian subsidi (2023): Rp21 triliun
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 junto Pasal 18 UU Tipikor junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Modus Korupsi
MKAR dan tersangka lain diduga mengatur impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga. Mereka merekayasa proses pengadaan agar tampak sesuai aturan, tetapi sebenarnya sudah diatur sebelumnya, termasuk memenangkan DMUT/Broker tertentu dengan harga tinggi (Spot) yang tidak memenuhi syarat.
Dalam pengadaan produk kilang, tersangka Riva Siahaan disebut membayar Ron 92, padahal yang dibeli Ron 90 atau lebih rendah, lalu diblending agar sesuai spesifikasi—praktik yang dilarang.
Sementara itu, tersangka Yoki Firnandi diduga menaikkan kontrak pengiriman (shipping), membuat negara membayar fee ilegal 13–15 persen. MKAR disebut mendapat keuntungan dari transaksi ini.
“Kegiatan ini menyebabkan kerugian besar dan melanggar hukum,” ujar Abdul Qohar dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (25/2/25). (*)