BorneoFlash.com, JAKARTA – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dimulai pada 6 Januari 2025, termasuk di Sumatera Selatan. Meskipun hampir sebulan berlalu, program ini masih menghadapi beberapa tantangan. Yayasan Vieki Indira Sriwijaya, yang berada di bawah PPJI, berperan sebagai mitra utama dalam pengolahan dan distribusi MBG di wilayah tersebut.
Ketua PPJI Sumsel, Evie Hadenli, menjelaskan bahwa mereka menerima kontrak untuk 23 titik dapur. Namun, hingga akhir Januari 2025, baru 10 dapur yang beroperasi. Program ini dimulai dengan satu dapur di Kecamatan Ilir Barat I, yang melayani lima sekolah dengan total 2.944 siswa.
Pada 13 Januari, sembilan titik dapur tambahan mulai beroperasi di beberapa kabupaten dan kota, termasuk Lubuklinggau, Musi Rawas, dan Ogan Ilir. Fase ketiga dimulai pada 17 Februari dengan penambahan delapan dapur di wilayah lainnya, seperti Pagar Alam dan Prabumulih.
Berbagai kendala muncul selama pelaksanaan, termasuk kurangnya edukasi tentang menu yang menyebabkan kesalahpahaman. Misalnya, menu ikan gabus yang dikukus dan dipotong menyerupai tahu sempat viral karena dianggap hanya menyajikan tahu dan tempe. Evie menjelaskan bahwa efisiensi waktu menjadi prioritas karena banyaknya siswa yang harus dilayani. “Kami ingin membuat sate ikan, tetapi karena jumlahnya sangat banyak, akhirnya dibuat dalam bentuk seperti tahu,” ujarnya.
Keterbatasan tenaga kerja juga menjadi tantangan besar. Di satu dapur, hanya ada 47 pekerja yang bertugas memastikan makanan siap tepat waktu. Selain itu, kritik muncul terkait rasa makanan yang dianggap hambar dan kurang menarik bagi anak-anak. Evie menegaskan bahwa program ini lebih mengutamakan keseimbangan gizi sesuai standar ahli gizi dan Dinas Kesehatan, meskipun anggaran yang tersedia terbatas.
Meski menghadapi tantangan, program ini tetap mendapat apresiasi dari beberapa sekolah. Di Kecamatan Sukarame, siswa mengirimkan “surat cinta” berisi permintaan menu tertentu. Selain itu, tantangan logistik muncul di daerah-daerah terpencil, seperti di Kecamatan Rupit, Musi Rawas Utara, yang memerlukan perahu untuk mendistribusikan makanan.
PPJI Sumsel menerapkan proses ketat untuk menjamin kualitas makanan sebelum distribusi. Setiap bahan baku diperoleh dari pasar tradisional dan pemasok lokal, sementara ahli gizi memeriksa menu yang disiapkan. “Setiap pagi, ahli gizi memastikan bahwa semua makanan sesuai dengan standar, dan kami menyisakan tiga sampel untuk diperiksa oleh Dinas Kesehatan,” ujar Rizki, Sekretaris PPJI Sumsel.
PPJI Sumsel berharap kritik yang ada dapat menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan ke depan, dan permintaan variasi menu dari siswa akan dipertimbangkan dalam minggu-minggu berikutnya.
Pelaksanaan MBG di Solo
Di Solo, Jawa Tengah, dapur SPPG Gagaksipat telah mendistribusikan makanan bergizi untuk sekitar 12.000 pelajar dari TK hingga SMA/SMK sejak 6 Januari 2025. Dapur ini dikelola oleh Yayasan Bangun Gizi Nusantara yang didirikan oleh Wong Solo Group.
Proses memasak dimulai pada pukul 05.00 WIB, dan distribusi dilakukan dua kali: pukul 07.00 untuk TK dan SD, serta pukul 09.00 untuk SMP dan SMA/SMK. SPPG Gagaksipat memiliki dua dapur berkapasitas 6.000 porsi per dapur dan melibatkan 78 pekerja dalam berbagai divisi, mulai dari kepala dapur hingga pengemudi.
Setiap porsi MBG disesuaikan dengan jenjang pendidikan. Untuk TK dan SD, porsi nasi 100 gram, sayur dan lauk masing-masing 50 gram, serta buah 50 gram. Untuk SMP dan SMA/SMK, nasi 200 gram, lauk dan sayur masing-masing 100 gram, serta tambahan protein. Menu disusun sebulan sebelumnya dan difinalisasi setiap minggu.
Harga satu porsi MBG di Solo dipatok sebesar Rp10.000. Untuk menyesuaikan dengan anggaran, dapur SPPG Gagaksipat menerapkan subsidi silang, menyesuaikan harga menu tanpa mengurangi nilai gizi. “Menu yang lebih murah dan lebih mahal disesuaikan agar tetap memenuhi standar gizi,” ujar Ghani Prasetia, Kepala SPPG Gagaksipat.
Pelaksanaan MBG di Batam
Di Batam, dapur umum MBG terletak di Bengkong Laut, yang sebelumnya merupakan restoran Surga Mie. Saat ini, dapur tersebut dapat memproduksi 3.500 porsi per hari. Rencananya, empat dapur tambahan akan dibangun untuk memenuhi kebutuhan siswa di Batam, yang diperkirakan membutuhkan total 109 dapur.
Distribusi makanan dilakukan beberapa kali untuk menyesuaikan dengan jadwal sekolah yang menerapkan dua shift. Dinas Pendidikan Batam bersama berbagai pihak, termasuk BGN, Dinas Kesehatan, dan Polresta Barelang, turut berperan dalam kelancaran distribusi. Evaluasi program dilakukan setiap dua minggu untuk memastikan pengiriman makanan tepat waktu dan sesuai standar.
Hingga 2025, program MBG di Batam baru menjangkau 19 persen siswa, atau sekitar 57.000 anak, sesuai dengan target pemerintah. (*)