BorneoFlash.com, JAKARTA – Mantan Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin, menyatakan bahwa ia tidak pernah membayar iuran bulanan untuk pungutan liar (pungli) di Rutan KPK.
Ia menjelaskan bahwa almarhum Budhi Sarwono, mantan Bupati Banjarnegara, mengurus semua urusannya di Rutan. Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, hakim Sri Hartati menanyakan tentang jaminan dari teman Azis, dan ia menjawab bahwa jaminan itu adalah Budhi.
Hakim kemudian menanyakan maksud dari kata “beres” yang disebutkan Azis. Ia menjelaskan bahwa Budhi, yang kebetulan merupakan ayah dari rekannya, pernah mengatakan bahwa urusannya sudah selesai tanpa perlu membayar. Azis menegaskan bahwa ia tidak pernah ditagih untuk iuran tersebut; bahkan ketika ia berusaha memberikan uang, Budhi menolak.
Hakim melanjutkan pertanyaan dan menyimpulkan bahwa kata “beres” bisa berarti tidak ada penagihan. Azis mengonfirmasi bahwa ia ingin membayar, tetapi Budhi menolak menerima uang tersebut. Azis juga menyatakan bahwa saat Budhi membawakan makanan, itu hanyalah basa-basi antar teman dan tidak ada pertanyaan lebih lanjut mengenai iuran.
Mengenai pengetahuan tentang iuran rutin, Azis mengaku tidak tahu dan menjelaskan bahwa ia hanya mendengar bisik-bisik di Rutan. Hakim menegaskan bahwa jika Azis tidak tahu, sebaiknya ia mengatakan hal itu. Azis tetap menegaskan bahwa ia tidak mengetahui adanya iuran.
Ketua majelis hakim, Maryono, mempertanyakan pernyataan Azis tentang Budhi yang pernah mengatakan telah membayar petugas Rutan. Azis mengakui bahwa mungkin saja Budhi telah membiayainya, tetapi ia tidak tahu rincian biaya tersebut.
Azis juga mengonfirmasi bahwa ia tidak membawa ponsel di Rutan, tetapi Budhi pernah meminjamkannya. Ia mengatakan bahwa Budhi juga mengeluarkan uang untuk memperoleh fasilitas tersebut.
Azis bersikeras bahwa ia tidak pernah mengeluarkan uang untuk iuran bulanan di Rutan KPK, meskipun ia suka bersih-bersih tanpa disuruh.
Sebanyak 15 mantan pegawai KPK menghadapi dakwaan melakukan pungli di Rutan KPK, dengan total mencapai Rp 6,3 miliar dalam periode dari Mei 2019 hingga Mei 2023. Tindakan mereka melanggar undang-undang dan peraturan yang berlaku, dan jaksa menilai bahwa perbuatan ini telah memperkaya diri sendiri dan orang lain.
Mereka didakwa berdasarkan Pasal 12 huruf e UU Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Daftar 15 terdakwa mencakup Deden Rochendi, Hengki, Ristanta, dan lainnya. (*)