PSSI Dorong Daerah Jadi Pilar Utama Pengembangan Sepak Bola Nasional

oleh -
Penulis: Berthan Alif Nugraha
Editor: Janif Zulfiqar
Kongres Biasa PSSI 2025 yang digelar pada Rabu (4/6/2025) di Jakarta menghasilkan sejumlah keputusan penting. Foto: HO/pssi.org
Kongres Biasa PSSI 2025 yang digelar pada Rabu (4/6/2025) di Jakarta menghasilkan sejumlah keputusan penting. Foto: HO/pssi.org

BorneoFlash.com, OLAHRAGA – Kongres Biasa PSSI 2025 yang digelar pada Rabu (4/6/2025) di Jakarta menghasilkan sejumlah keputusan penting. Salah satunya adalah perubahan Statuta PSSI yang memperkuat peran daerah, khususnya Asosiasi Provinsi (Asprov), Asosiasi Kota (Askot), dan Asosiasi Kabupaten (Askab), sebagai perpanjangan tangan federasi dalam pemerataan pembangunan sepak bola nasional.

 

Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, menyampaikan kepada media bahwa statuta yang sebelumnya berlaku sejak 2019 kini resmi berubah menjadi Statuta 2025 dengan tiga poin besar pembaruan.

 

“Perubahan paling utama adalah pergeseran fokus pembangunan sepak bola dari pusat ke daerah. Kini, kami menempatkan daerah sebagai ujung tombak,” ujar Erick.

 

Erick menjelaskan bahwa dalam statuta baru, posisi Asprov diperkuat. Proses pemilihan ketua Asprov tetap berlangsung secara terbuka. Untuk mendukung pembangunan infrastruktur, pimpinan Asprov akan menunjuk ketua Askot dan Askab.

 

“Selama ini koordinasi antara Asprov dan Askot sering terkendala. Dengan sinergi baru ini, kami bisa mengatur Liga 4 di kota-kota selama empat bulan. Juara Liga 4 nantinya naik ke provinsi dan bertanding di Liga 3. Ini menciptakan kesinambungan dan fleksibilitas kompetisi,” tambahnya.

 

Sebagai contoh, Erick memaparkan kondisi di Bali yang memiliki sembilan kabupaten/kota dengan total 50 klub. Namun hanya dua kota yang masing-masing memiliki 14 klub, sementara tujuh kota lainnya hanya punya 22 klub secara kolektif.

 

Menurutnya, jika Asprov dan Askot bisa bekerja sama, mereka dapat menjalankan Liga 4 tanpa kendala sektoral. Mereka bahkan bisa menyepakati kuota peserta untuk Liga 3 tingkat provinsi, misalnya Denpasar mengirimkan tiga klub, kota lain tiga klub, dan tujuh kota sisanya mengirim delapan klub, sehingga terbentuk 14 peserta Liga 3.

Baca Juga :  Inter Berhasil Melaju ke Final Setelah Berhasil Menaklukan Barcelona

 

“Fleksibilitas ini sebelumnya sulit diwujudkan. Misalnya, ada daerah di Kalimantan Timur yang lebih dekat ke Kalimantan Utara. Jika Asprov dan Askot bersinergi, mereka bisa mengalihkan wilayah itu ke Kalimantan Utara demi efisiensi biaya dan waktu tempuh, bukan sekadar mengikuti zona administratif,” ujarnya.

 

Erick juga menyoroti kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari 17.000 pulau, dengan perbedaan waktu tempuh yang ekstrem. Ia menegaskan bahwa sistem zonasi kaku tak lagi relevan.

 

Dengan memperkuat peran Asprov dan menunjuk Askab, serta menerapkan regulasi daerah seperti Permendagri untuk mendukung turnamen seperti Bupati Cup dan Gubernur Cup, pemerintah daerah dapat menggunakan dana APBD untuk mendukung sepak bola.

 

“Kami tak bisa membangun sepak bola hanya dari pusat, dana kami tidak cukup. Meski anggaran PSSI saat ini yang terbesar dalam sejarah, kami masih kesulitan memenuhi kebutuhan futsal dan sepak bola pantai. Maka kami dorong distribusi anggaran yang merata lewat sinergi daerah,” tegas Erick.

 

Ia menutup dengan optimisme, bahwa sistem baru ini akan berjalan lebih merata dan mengurangi ketimpangan dalam pengembangan sepak bola nasional selama dua tahun ke depan. (*/pssi.org)

Simak berita dan artikel BorneoFlash lainnya di  Google News

banner 700x135

No More Posts Available.

No more pages to load.