Kemenkomdigi Bekukan Izin Worldcoin dan WorldID akibat Dugaan Pelanggaran Data

oleh -
Penulis: Wahyuddin Nurhidayat
Editor: Ardiansyah
Ilustrasi pemindaian retina yang dilakukan oleh Worldcoin(freepik.com)
Ilustrasi pemindaian retina yang dilakukan oleh Worldcoin(freepik.com)

BorneoFlash.com, JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi) membekukan sementara Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) milik layanan Worldcoin dan WorldID. Kemenkomdigi mengambil keputusan ini setelah menerima laporan masyarakat tentang aktivitas mencurigakan yang melibatkan layanan digital tersebut.

 

“Pembekuan ini menjadi langkah preventif untuk melindungi masyarakat dari potensi risiko,” ujar Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kemenkomdigi, Alexander Sabar, di Jakarta, dikutip dari Antara, Minggu (4/5/2025).

 

Apa itu Worldcoin?

Worldcoin mengembangkan platform identifikasi digital yang menggunakan data biometrik, khususnya pemindaian retina. CEO OpenAI, Sam Altman, menggagas proyek ini untuk membangun sistem identitas dan keuangan berbasis blockchain. Belakangan, masyarakat Indonesia ramai membicarakan Worldcoin di media sosial.

 

Sejumlah warga di Bekasi dan Depok, Jawa Barat, mendatangi lokasi yang diduga menyediakan layanan aplikasi World App. Mereka mendaftar dan menjalani pemindaian retina setelah pihak penyelenggara menjanjikan imbalan uang tunai sebesar Rp300.000 hingga Rp500.000.

 

Kemenkomdigi segera merespons fenomena ini. Lembaga tersebut berencana memanggil perwakilan PT Terang Bulan Abadi dan PT Sandina Abadi Nusantara untuk meminta klarifikasi terkait dugaan pelanggaran ketentuan penyelenggaraan sistem elektronik atas layanan Worldcoin dan WorldID.

 

Temuan awal menunjukkan bahwa PT Terang Bulan Abadi belum tercatat sebagai penyelenggara sistem elektronik dan belum memiliki TDPSE sesuai ketentuan.
“Layanan Worldcoin tercatat menggunakan TDPSE atas nama badan hukum lain, yaitu PT Sandina Abadi Nusantara,” jelas Alexander.

 

Masalah Worldcoin di Luar Negeri

Worldcoin juga menghadapi masalah serupa di luar negeri. Di Eropa, proyek ini menerima sejumlah gugatan privasi. Berdasarkan laporan Reuters (20 Desember 2024), otoritas perlindungan data Spanyol (AEPD) meminta Worldcoin menghapus seluruh data pemindaian iris yang mereka kumpulkan sejak proyek dimulai. Otoritas menilai aktivitas ini melanggar Peraturan Perlindungan Data Umum (GDPR) Uni Eropa.

Baca Juga :  Meningkatkan Infrastruktur Migas: Jaringan Pipa BBM Baru Rukun Raharja Siap Operasi 2026

 

Pengadilan Tinggi Spanyol pada Maret 2024 juga melarang sementara Worldcoin melakukan aktivitas pemindaian iris. Pengadilan menolak banding yang diajukan perusahaan. Sam Altman mendirikan Worldcoin pada 2019 dengan tujuan membangun sistem identitas global yang menawarkan pemindaian iris sebagai imbalan atas mata uang kripto gratis dan identitas digital.

 

Pengguna Worldcoin Tembus 20 Juta

Meski menuai kontroversi, jumlah pengguna Worldcoin terus bertambah. Menurut laporan NDTV (20 Desember 2024), situs resmi Worldcoin mencatat 343.904 verifikasi identitas unik dalam tujuh hari terakhir. Secara keseluruhan, aplikasi Worldcoin telah menjaring lebih dari 20 juta pengguna, dengan sekitar 9,2 juta di antaranya tercatat sebagai pengguna unik aktif.

 

Worldcoin menawarkan konsep identitas digital global bernama World ID, yang mereka klaim memungkinkan akses ke layanan daring tanpa membagikan informasi pribadi seperti nama atau alamat email. Untuk memperoleh World ID, pengguna harus menjalani pemindaian iris menggunakan alat khusus buatan mitra perusahaan bernama Orbs.

 

 

Meski Worldcoin mengklaim dapat meningkatkan privasi pengguna internet, proyek ini tetap menimbulkan kekhawatiran di banyak negara. Pada Agustus 2024, otoritas perlindungan data Kolombia (Superintendencia de Industria y Comercio/SIC) mulai menyelidiki Worldcoin atas dugaan pelanggaran hukum perlindungan data pribadi, meski belum mengajukan dakwaan resmi.

 

Sementara itu, otoritas Hong Kong memblokir seluruh aktivitas Worldcoin pada Mei 2024 karena khawatir terhadap penyalahgunaan data biometrik dan pelanggaran privasi. (*)

Simak berita dan artikel BorneoFlash lainnya di  Google News

banner 700x135

No More Posts Available.

No more pages to load.