Sedangkan bagi yang masih menolak, diimbau untuk menghentikan aktivitas di lokasi lama karena pemerintah tidak memiliki kewenangan hukum atas lahan tersebut.
“Relokasi ini bersifat sukarela. Namun, penting dipahami bahwa lahan yang digunakan saat ini merupakan milik pribadi yang tidak lagi mengizinkan aktivitas perdagangan di sana. Pemerintah juga tidak memiliki dasar hukum untuk mempertahankan operasional pasar di lokasi tersebut,” tegas Marnabas.
Proses relokasi menunjukkan perkembangan yang menggembirakan.
Beberapa pedagang telah mulai menempati lokasi baru, dan jumlahnya terus bertambah setiap hari.
Pemkot bahkan telah menyiapkan lebih dari 100 unit kios—jumlah ini jauh lebih besar dari total pedagang Pasar Subuh yang tercatat sebanyak 56 orang—guna mengantisipasi potensi penambahan pedagang.
Mengenai potensi gesekan dengan pedagang lama di Pasar Dayak, Marnabas memastikan bahwa langkah-langkah antisipatif telah dilakukan, termasuk penambahan sarana penunjang untuk menciptakan harmoni antara pedagang baru dan lama.
“Memang sempat ada kekhawatiran dari pedagang yang lebih dahulu berjualan di Pasar Dayak. Namun kini, dengan hadirnya fasilitas tambahan dan meningkatnya aktivitas, mereka justru menyambut baik karena dapat meningkatkan daya tarik dan dinamika pasar,” tambahnya.
Ia menegaskan, seluruh proses relokasi ini dilakukan berdasarkan prosedur yang sah dan mengacu pada Peraturan Daerah yang berlaku.
Pemerintah, menurutnya, tidak bertindak sepihak melainkan terus berupaya memberikan solusi yang berkeadilan.
“Relokasi ini bukanlah bentuk penggusuran sepihak. Ini merupakan hasil dari proses dialog dan perencanaan jangka panjang, dengan tujuan utama melindungi kepentingan seluruh pihak, termasuk pedagang maupun pemilik lahan,” pungkasnya.