BorneoFlash.com, JAKARTA – Sekelompok warga menggugat Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) ke Mahkamah Konstitusi (MK) setelah DPR RI mengesahkannya. UU ini mendapat penolakan sejak pembahasannya hingga pengesahan.
Berdasarkan informasi dari situs resmi MK pada Sabtu (22/3/2025), permohonan uji materi ini terdaftar dengan nomor 48/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025. Gugatan diajukan oleh tujuh pemohon, yaitu Muhammad Alif Ramadhan, Namoradiarta Siahaan, Kelvin Oktariano, M. Nurrobby Fatih, Nicholas Indra Cyrill Kataren, Mohammad Syaddad Sumartadinata, dan R. Yuniar A. Alpandi.
Latar Belakang Pengesahan UU TNI
DPR RI mengesahkan revisi UU TNI dalam rapat paripurna pada Kamis (20/3/2025) di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat. Ketua DPR RI, Puan Maharani, memimpin rapat yang juga dihadiri Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, Saan Mustopa, dan Adies Kadir, serta beberapa menteri.
Pengesahan ini mendapat penolakan luas. Demonstrasi terjadi di berbagai wilayah sebagai bentuk protes terhadap beberapa ketentuan yang dianggap kontroversial.
Perubahan dalam UU TNI
UU ini mengubah Pasal 7 ayat (2) tentang tugas pokok TNI. Kini, tugas TNI dibagi menjadi dua kategori utama:
- Operasi militer untuk perang.
- Operasi militer selain perang.
Pada kategori kedua, terdapat 14 tugas tambahan, termasuk:
- Penanganan ancaman pertahanan siber.
- Perlindungan dan penyelamatan warga negara serta kepentingan nasional di luar negeri.
Selain itu, perubahan juga terjadi pada Pasal 47 UU Nomor 34 Tahun 2004, yang mengatur kementerian atau lembaga yang dapat diisi oleh personel TNI.
Perubahan Batas Usia Pensiun TNI
UU yang baru juga mengubah batas usia pensiun prajurit TNI sebagai berikut:
- Bintara dan tamtama: 55 tahun.
- Perwira hingga pangkat kolonel: 58 tahun.
- Perwira tinggi bintang 1: 60 tahun.
- Perwira tinggi bintang 2: 61 tahun.
- Perwira tinggi bintang 3: 62 tahun.
- Perwira tinggi bintang 4: 63 tahun (dapat diperpanjang dua kali dua tahun dengan keputusan presiden).
Proses Gugatan di MK
Gugatan terhadap UU ini kini dalam proses di MK. Publik menantikan putusan yang akan berdampak pada institusi TNI serta kebijakan pertahanan nasional. (*)