Pengurus Cabang PMII Kota Balikpapan yang turut serta dalam orasi itu juga ikut menyampaikan beberapa kritikan. PMII menilai kejadian pemasangan spanduk saat itu, seperti sedang mempertontonkan ketidakadilan, melukai hak warga negara soal perlindungan hak warga negara.
“Aparatur negara menjadi penonton, negara menutup mata. Dan negara seolah tidak hadir atas tindakan sejumlah pihak tak dikenal,” kata salah satu orator PMII Balikpapan.
“Aksi ini adalah bentuk solidaritas, kita tidak sedang membela senior. Kami hadir di kediaman sahabat Suhardi Hamka untuk memberikan rasa keadilan. Keadilan yang harusnya negara bisa hadir dan bersikap netral,” tandasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kuasa Hukum H Jamri, Kahar Juli mengatakan, pemasangan spanduk memang atas permintaan dari kliennya, hanya untuk menyampaikan kepada kurator bahwa ini bagian dari sita, sehingga segera untuk dimasukkan lelang biar cepat close.
“Hal itu merupakan permintaan dari Pak H Jamri secara pribadi, hanya menyampaikan aspirasi, ya demolah kecil-kecilan tidak merusak apapun. Tidak masuk di rumah beliau, ini hanya di pekarangan,” kata Kahar saat ditemui di komplek perumahan BDS 2 Balikpapan.
Menurutnya, hal itu adalah ungkapan kegundahan yang menilai proses kepailitan berjalan terlalu lama. “Dia akan turunkan (spanduk,red) itu kalau nanti dari kurator menganti spanduk bahwa rumah ini masuk dalam bagian kepailitan seperti ruko-ruko lainnya,” terangnya.

Orasi Suhardi Hamka mempertanyakan kapasitas sekelompok orang tidak dikenal memasang spanduk putusan kasasi di pekarangan rumahnya.
Suhardi Hamka juga memasang baliho besar di depan rumah. Berisi putusan perkara perdata khusus No.52/PDT.SUS-PKPU/2021/PN Niaga Surabaya. Standing instruction Rp 15 juta per unit rumah untuk perusahaan PT Lidia & Dandy milik Suhardi Hamka. PT Lidia dan Dandy ajukan tagihan Rp 60 miliar.