BorneoFlash.com, JAKARTA – Jaksa Agung ST Burhanuddin mengungkapkan kegelisahannya mengenai 300 terpidana mati yang belum dieksekusi meskipun vonisnya sudah inkrah.
Burhanuddin menjelaskan bahwa salah satu kendala eksekusi adalah status terpidana sebagai warga negara asing (WNA). Ia menyampaikan pernyataan tersebut saat hadir dalam acara Peluncuran Buku Tinjauan KUHP 2023 di Kejaksaan Tinggi Khusus Jakarta, pada Rabu (5/2/2025).
Burhanuddin menyesalkan hal ini, menyatakan, “Kami sudah memiliki hampir 300 terpidana mati, tetapi pelaksanaannya tidak bisa dilakukan.”
Ia melanjutkan bahwa eksekusi terhambat karena para terpidana berasal dari luar negeri. Selain itu, Burhanuddin juga menyebutkan kendala diplomatik dengan negara asal narapidana, di mana banyak negara yang menentang hukuman mati warganya di Indonesia.
Burhanuddin menambahkan, “Kami pernah berbicara dengan Menteri Luar Negeri, Ibu Retno Marsudi, yang mengatakan, ‘Kami masih berusaha menjadi anggota [organisasi internasional], tolong jangan dulu dieksekusi, nanti kami akan menghadapi serangan.”
Ia juga mengungkapkan percakapan dengan Menlu Retno mengenai eksekusi mati terhadap warga negara China, di mana Retno mengingatkan bahwa jika Indonesia mengeksekusi terpidana asal China, maka warga Indonesia di China juga bisa berisiko dihukum mati.
Menyikapi hal tersebut, Burhanuddin mengaku sangat frustrasi dan merasa bahwa masalah pelaksanaan hukuman mati di Indonesia masih jauh dari selesai. “Kami sudah menuntut hukuman mati, tetapi tidak dilaksanakan. Ini mungkin problematika kita,” ujar Jaksa Agung. (*)