BorneoFlash.com, JAKARTA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa pemerintah terus menekan impor minyak untuk mengurangi kebutuhan dolar AS. Langkah ini bertujuan menstabilkan perekonomian setelah nilai tukar rupiah melemah hingga Rp16.000 per dolar AS.
“Kondisi ekonomi global yang tidak menentu memengaruhi nilai tukar rupiah,” ujar Bahlil dalam konferensi pers di Kantor BPH Migas, Jakarta Selatan, Kamis (19/12/24). Ia menjelaskan bahwa permintaan dolar AS yang tinggi menyebabkan fluktuasi nilai tukar. “Pergerakan nilai mata uang sangat bergantung pada tingkat permintaan,” tambahnya.
Kurangi Ketergantungan Impor Minyak dan LPG
Bahlil menyebut PT Pertamina (Persero) sebagai pengguna terbesar dolar AS di Indonesia akibat tingginya impor minyak mentah, bahan bakar minyak (BBM), dan LPG. “Setiap tahun, impor crude, BBM, dan LPG menyerap devisa sekitar Rp500 triliun hingga Rp550 triliun,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa pemerintah harus mengurangi ketergantungan ini untuk meringankan tekanan pada cadangan devisa. Pemerintah kini meningkatkan efisiensi energi domestik dan memaksimalkan produksi dalam negeri sebagai solusi jangka panjang.
Dampak pada Sektor Tambang
Bahlil juga menyoroti dampak pelemahan rupiah pada sektor tambang. Menurutnya, pengusaha tambang harus mengeluarkan biaya lebih tinggi karena impor peralatan dan suku cadang yang menggunakan dolar AS. “Pelemahan rupiah meningkatkan biaya operasional, terutama untuk pembelian spare part,” ungkapnya.
Meski begitu, Bahlil optimistis bahwa pelaku usaha mampu mengelola kondisi ini. “Saya yakin mereka bisa menanganinya,” ujarnya sembari berseloroh, “Menteri ESDM sudah seperti Menko Perekonomian (Airlangga Hartarto) saja ini.”
Kondisi Rupiah Terkini
Pada perdagangan pasar spot pagi ini, rupiah dibuka di posisi Rp16.254 per dolar AS, melemah 157 poin atau 0,98 persen dari penutupan sebelumnya. Bahlil menekankan pentingnya langkah kolektif untuk menahan pelemahan lebih lanjut dan menjaga stabilitas ekonomi nasional. (*)