Gakkum Kemenhut Tetapkan MH Tersangka Tambang Batubara Ilegal di IKN

oleh -
Penulis: Wahyuddin Nurhidayat
Editor: Ardiansyah
MH, yang diterapkan sebagai tersangka kasus dugaan pertambangan batu bara ilegal di kawasan hutan IKN, Kalimantan Timur oleh Penyidik Balai Penegakan Hukum Kehutanan Wilayah Kalimantan. FOTO : ANTARA/HO-Gakkum Kemenhut
MH, yang diterapkan sebagai tersangka kasus dugaan pertambangan batu bara ilegal di kawasan hutan IKN, Kalimantan Timur oleh Penyidik Balai Penegakan Hukum Kehutanan Wilayah Kalimantan. FOTO : ANTARA/HO-Gakkum Kemenhut

BorneoFlash.com, JAKARTA – Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Kehutanan menetapkan MH (37) sebagai tersangka utama tambang batubara ilegal di kawasan Taman Hutan Raya Bukit Soeharto, wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur.

 

Kepala Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Kalimantan, Leonardo Gultom, mengatakan penetapan tersangka dilakukan setelah koordinasi dengan Biro Korwas dan Subdit V Bareskrim Mabes Polri.

 

“MH merupakan DPO yang sudah lama dicari. Berkat sinergi dengan Bareskrim, kami berhasil memeriksa dan menetapkannya sebagai tersangka. Saat ini MH ditahan di Subdit V Bareskrim,” ujar Leonardo di Jakarta, Rabu.

 

Penyidik Balai Gakkum menduga MH berperan sebagai pemodal dan penanggung jawab tambang ilegal di Tahura Bukit Soeharto pada 2022. Kasus ini bermula dari OTT tim SPORC Brigade Enggang terhadap empat operator alat berat, yakni S (47), B (44), AM (32), dan NT (44), yang menambang batubara di area green belt Waduk Samboja, wilayah IKN. MH diduga memberi instruksi langsung kepada para operator tersebut.

 

Dirjen Penegakan Hukum Kehutanan Kemenhut, Dwi Januanto Nugroho, menegaskan penindakan tambang ilegal di Tahura Bukit Soeharto merupakan bagian dari upaya melindungi kawasan hutan konservasi di wilayah IKN.

 

“Penegakan hukum akan terus kami lakukan untuk memberi efek jera dan menjaga kelestarian hutan,” ujarnya.

 

MH dijerat Pasal 78 ayat (2) jo Pasal 50 ayat (3) huruf a UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana diubah dengan UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara dan denda Rp5 miliar. (*)

Simak berita dan artikel BorneoFlash lainnya di  Google News

No More Posts Available.

No more pages to load.