Terlalu Sering Curhat ke AI? Waspadai Dampak Psikologisnya!

oleh -
Penulis: Berthan Alif Nugraha
Editor: Ardiansyah
Ilustrasi. Terlalu Sering Curhat ke AI? Waspadai Dampak Psikologisnya!. Foto: Pexels
Ilustrasi. Terlalu Sering Curhat ke AI? Waspadai Dampak Psikologisnya!. Foto: Pexels

BorneoFlash.com, KESEHATAN — Psikolog Klinis Nena Mawar Sari mengingatkan masyarakat agar tidak terlalu sering mencari dukungan emosional atau curhat melalui kecerdasan buatan (AI), karena respons dari sistem tersebut tidak memiliki unsur kemanusiaan.

 

“Curhat dengan AI itu sebenarnya hanya pantulan dari kode atau petunjuk yang kita berikan. Jadi, hasil atau tanggapan yang muncul tidak memiliki sisi humanis,” ujar Nena, Psikolog Klinis RSUD Wangaya, Denpasar, Bali.

 

Ia menjelaskan, seseorang yang sedang bercerita umumnya membutuhkan respons emosional yang konsisten dan manusiawi. Namun, karena AI memberikan tanggapan berdasarkan data dan algoritma, bukan empati, hal itu berisiko memicu salah tafsir dan membuat pengguna kehilangan arah secara emosional.

 

“AI hanya memantulkan apa yang kita butuhkan dan memvalidasi perasaan kita. Masalahnya, ketika seseorang sedang depresi atau berada dalam kondisi impulsif lalu menjadikan tanggapan AI sebagai acuan yang dianggap benar, bisa terjadi salah interpretasi. Tanpa sentuhan kemanusiaan, kondisi ini berpotensi menimbulkan dampak yang tidak diinginkan,” jelas Nena.

 

Ia menambahkan, tanda seseorang mulai bergantung secara emosional pada AI dapat terlihat ketika orang tersebut enggan berinteraksi dengan manusia dan lebih banyak menghabiskan waktu bersama perangkatnya.

 

“Biasanya mereka terus-menerus memeriksa ponsel, menanyakan hal-hal kecil pada AI, dan menutup diri dari lingkungan sosial. Akibatnya, perilakunya menjadi antisosial,” ungkapnya.

 

Sebagai solusi, Nena menyarankan agar orang yang merasa kesepian atau tidak memiliki tempat bercerita sebaiknya mencari bantuan profesional seperti konselor, psikolog, atau psikiater.

 

“Kalau merasa tidak punya teman curhat, lebih baik menulis jurnal atau berbagi cerita dengan satu-dua orang terdekat yang bisa dipercaya. Itu jauh lebih sehat dibanding bergantung pada AI,” pungkasnya. (*/ANTARA)

Jangan ketinggalan berita terbaru! Follow Instagram  dan subscribe channel YouTube BorneoFlash Sekarang

No More Posts Available.

No more pages to load.