Menurut Suwarso, keberadaan TPS Teuku Umar selama ini menimbulkan banyak persoalan.
Selain merusak tata kota karena lokasinya berhadapan langsung dengan kantor pemerintahan, TPS tersebut juga sering menyebabkan kemacetan lalu lintas di kawasan yang padat kendaraan.
“Posisinya tidak sesuai karena berada di jalur utama dan dekat persimpangan lampu merah. Setiap kali ada pengangkutan sampah, arus lalu lintas terganggu. Penutupan ini bagian dari upaya penataan kota,” tegasnya.
Meski demikian, pemerintah kota menyadari bahwa pengelolaan sampah tidak bisa sepenuhnya diserahkan pada DLH.
Program Probebaya yang mendorong pengumpulan sampah dari rumah ke rumah serta peran RT dalam pengelolaan lingkungan dinilai sangat penting.
Disiplin masyarakat juga menjadi faktor utama agar tidak muncul titik pembuangan liar di tempat lain.
Suwarso menambahkan, warga diimbau mematuhi ketentuan dengan membuang sampah rumah tangga ke TPS resmi.
Sementara sampah dalam kategori khusus, seperti puing bangunan maupun sisa penebangan pohon, wajib dibuang langsung ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sambutan.
“Peraturan sudah jelas dan disertai sanksi. Namun, saat ini kami masih mengutamakan pendekatan sosialisasi,” pungkasnya. (*)