BorneoFlash.com, SAMARINDA – Nama Andria Septy kini mulai dikenal di dunia sastra Indonesia. Namun perjalanan literernya justru dimulai dari keterbatasan.
Lahir di Samarinda pada 11 September, ia tumbuh dalam keluarga yang jauh dari tradisi membaca. Membeli buku dianggap bukan kebutuhan penting, bahkan kerap dipandang sebagai pemborosan.
Andria mengisahkan bahwa pada masa kecilnya, keinginannya memiliki buku harus dilakukan secara diam-diam. Larangan itu tidak menyurutkan minatnya, justru semakin menguatkan tekadnya untuk mendalami dunia tulis-menulis.
Dari sana ia mulai menumbuhkan mimpi menjadi penulis, terutama setelah berjumpa dengan karya-karya populer seperti Harry Potter dan Supernova.
“Sejak lama saya ingin menjadi penulis novel. Setelah membaca Supernova, saya semakin yakin bahwa saya juga mampu menciptakan cerita sendiri,”tutur Andria, pada Senin (25/8/2025).
Karya pertamanya hadir pada 2016 melalui novel indie Calistas Conflict, sebuah kisah tentang dunia bulu tangkis yang ia rilis di platform iPusnas. Meski terbit secara terbatas, buku itu menjadi gerbang awal perjalanan sastranya.
Tahun 2017 menjadi titik balik, ketika ia bergabung dengan komunitas Sindikat Lebah Berpikir (SLB).
Dari ruang itulah ia pertama kali bersentuhan dengan puisi dan mengenal nama-nama besar penyair tanah air hingga mancanegara.
“Sejak menjadi bagian dari SLB, saya mulai mencintai puisi. Saya menemukan ruang belajar yang sebelumnya tidak pernah saya bayangkan,”ungkapnya.
Kiprahnya kemudian menembus media nasional, mulai dari Jawa Pos, Tempo, hingga Kompas.id.