BorneoFlash.com, SAMARINDA – Masalah ketimpangan infrastruktur pendidikan kembali mencuat di Kota Samarinda.
Salah satu kasus yang menjadi sorotan publik adalah kondisi SMP Negeri 13 Samarinda yang hingga kini masih menggunakan ruang belajar berbahan kayu, dinilai tidak layak untuk mendukung proses pembelajaran secara optimal.
Anggota Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Ismail Latisi, menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi tersebut.
Menurutnya, ketimpangan fasilitas antar sekolah harus segera dibenahi demi menciptakan sistem pendidikan yang adil dan berkualitas.
“Kondisi fisik bangunan yang tidak memadai tentu akan berdampak pada proses belajar-mengajar. Ini bukan hanya soal kenyamanan, tetapi juga keselamatan dan motivasi belajar siswa,”ungkapnya.
Ia menjelaskan, pihak DPRD bersama Dinas Pendidikan Kota Samarinda telah beberapa kali melakukan pembahasan terkait pemerataan sarana pendidikan, terutama menyangkut sekolah-sekolah yang belum tersentuh pembangunan gedung permanen.
Meskipun pembangunan sekolah baru sudah dilakukan untuk memenuhi kebijakan zonasi, banyak sekolah lama seperti SMPN 13 yang masih luput dari perhatian.
“Memang belum ada pembahasan teknis khusus mengenai SMP Negeri 13. Namun, sekolah-sekolah yang berada dalam kondisi tidak representatif sudah menjadi bagian dari agenda prioritas pembenahan infrastruktur pendidikan,”jelasnya.
Menurut Ismail, langkah pengawasan dan dorongan anggaran menjadi tanggung jawab DPRD dalam mendukung kebijakan eksekutif.
Laporan masyarakat mengenai kondisi SMPN 13 akan segera ditindaklanjuti melalui forum resmi komisi, termasuk dengan mendorongnya masuk ke dalam pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD untuk penganggaran.
“Jika sekolah itu merupakan satu-satunya lembaga pendidikan negeri di wilayah zonasinya, maka kondisi seperti ini tidak dapat dibiarkan terus-menerus. Ini menjadi pekerjaan rumah yang harus kita perjuangkan bersama,”tegas politisi dari Partai Keadilan Sejahtera itu.
Meski belum ada kepastian apakah revitalisasi SMPN 13 telah masuk dalam rencana kerja anggaran tahun 2026, Ismail menekankan pentingnya tindak lanjut lebih lanjut ke Dinas Pendidikan.
“Kalau belum tercantum dalam rencana penganggaran, maka ini menjadi tugas kita sebagai wakil rakyat untuk mengupayakan agar bisa masuk dalam prioritas,”katanya.
Ismail juga menyebut bahwa persoalan serupa terjadi di sekolah lain, seperti SMPN 25 di wilayah Sungai Kunjang, yang kerap terdampak banjir.
Hal ini menurutnya menunjukkan bahwa masalah infrastruktur pendidikan di Samarinda masih membutuhkan perhatian menyeluruh, bukan hanya tambal sulam.
“Pemerataan pendidikan bukan sekadar mendirikan sekolah baru. Yang tak kalah penting adalah memastikan sekolah yang sudah ada memiliki fasilitas yang layak dan setara. Tanpa itu, kesenjangan kualitas pendidikan hanya akan semakin melebar,”pungkasnya. (*)