Tak hanya produksi, siswa juga dilatih menjadi fotografer dan mengelola layanan cetak foto untuk keperluan seperti ijazah, pelepasan, bahkan foto pre-wedding dan dokumentasi kantor. “Guru-guru kami telah mengikuti magang di dunia industri, termasuk percetakan dan video shooting. Mungkin dari sinilah penilaian positif datang,” tambahnya.
TEFA di Skada diberi nama Smart Biztefa, menjadi sarana pembelajaran yang meniru lingkungan industri nyata. Siswa dari berbagai jurusan seperti DKV, akuntansi, perkantoran, dan pemasaran terlibat dalam seluruh proses produksi, pelayanan pelanggan, hingga promosi dan pemasaran.
Produk dijual melalui showroom di lingkungan sekolah maupun secara daring melalui media sosial seperti TikTok, Instagram, dan Facebook. Sebagai bagian dari Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), siswa juga melakukan promosi langsung ke sekolah, kantor, dan instansi di sekitar kota.
“SMK sering disebut penyumbang pengangguran tertinggi. Tapi saya ingin membuktikan bahwa lulusan Skada bisa langsung kerja, berwirausaha, atau lanjut kuliah,” tegas Suparman.
Lebih dari sekadar penguatan kompetensi teknis, Suparman juga menanamkan nilai-nilai akhlak pada siswanya. Setiap pagi, siswa mengikuti program mengaji yang dipandu oleh siswa penghafal Al-Qur’an. Budaya 5S — Senyum, Sapa, Sopan, Santun, Salam juga diterapkan sebagai pembentukan karakter siswa.
“Menjadi pemimpin harus meneladani Rasulullah: amanah, tabligh, jujur, dan menyampaikan kebenaran. Itu yang saya tanamkan di sekolah ini,” ujarnya.
Sebelum memimpin Skada, Suparman mengabdi selama 16 tahun di SMKN 1 dan SMK Pangeran. Ia memulai karier sebagai guru olahraga di sekolah dasar, dan dikenal aktif membina siswa hingga meraih prestasi tingkat nasional, baik di bidang akademik maupun olahraga. “Alhamdulillah, saya memang senang berprestasi,” tutup Suparman penuh syukur.