“Dari sisi permintaan, program ini sudah memiliki alokasi anggaran sebesar Rp15.000 per anak. Sekarang, yang harus kita dorong adalah bagaimana memastikan ketersediaan pasokan pangan, terutama dari sumber lokal. Jika pemasok di daerah tidak siap, tentu kita akan bergantung pada pasokan dari luar,” jelas Akmal.
Ia menekankan pentingnya memprioritaskan bahan pangan lokal guna mengurangi biaya distribusi dan ketergantungan terhadap pasokan dari daerah lain.
Namun, upaya ini membutuhkan strategi yang matang dan kerja sama lintas sektor.
“Konsekuensinya, kita harus memperkuat sektor pertanian di Kaltim. Tantangannya adalah bagaimana membangun kembali budaya agraris di daerah kita agar produksi pangan lokal dapat memenuhi kebutuhan program ini,” ungkapnya.
Pada tahap awal pelaksanaan, Pemprov Kaltim akan berfokus pada 37 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang telah ada.
Secara bertahap, jumlah ini akan ditingkatkan hingga mencapai 450 satuan pelayanan di seluruh wilayah Kaltim.
Untuk memastikan kelancaran program, Pemprov Kaltim akan melibatkan berbagai pihak, termasuk TNI, Polda, pemerintah kabupaten/kota, serta para pelaku usaha di sektor pertanian guna meningkatkan produksi pangan lokal.
“Kita harus mengoptimalkan potensi sentra pertanian di daerah ini. Tidak boleh lagi bahan pangan utama kita didatangkan dari luar, seperti Pulau Jawa atau Sulawesi. Ini menjadi tantangan besar yang harus kita hadapi bersama,” pungkas Akmal.