BorneoFlash.com, SENDAWAR – Sebelumnya, ada indikasi tambang ilegal atau yang kerap disebut tambang koridor itu merambah kawasan hutan desa dan hutan lindung di kampung Intu Lingau, kecamatan Nyuatan, kabupaten Kutai Barat (Kubar) Kalimantan Timur (Kaltim).
Menanggapi hal itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI yang dipimpin Siti Nurbaya Bakar menurunkan tim Penegakan Hukum (Gakkum) untuk melakukan investigasi bersama tim Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Damai, Kubar.
Kementerian LHK mengkonfirmasi hasil temuan lapangan dan hasilnya, memastikan lokasi tambang ilegal yang dilaporkan masyarakat itu memang masuk dalam kawasan hutan lindung.
Namun, permasalahan lain muncul yang mana masyarakat adat Kampung Intu Lingau, Kecamatan Nyuatan, Kubar menolak jika kawasan hutan di sekitar kampung ini, adalah kawasan hutan Lindung.
Termasuk di areal hutan Intu Lingau atau hutan Tinuq, Perguleng, Greh, Merame Sorau, Winau dan Batu Apoy.
Karena menurut masyarakat setempat, hutan tersebut adalah hutan adat milik warisan leluhur untuk menyambung hidup.
Salah satu warga Kampung Intu Lingau yang bernama Sinar, yang juga merupakan pewaris lahan hutan saat ditemui bersama puluhan warga Intu Lingau, mengatakan bahwa lahan tersebut adalah lahan pertanian masyarakat, yang merupakan warisan dari leluhur mereka sejak dulu, Rabu (17/7/2024).
Lahan yang disebut sebagai hutan lindung ini, adalah lahan milik warga yang sudah bertahun-tahun menjadi lahan pertanian bagi mereka, terdapat juga ladang durian, mangga dan buah-buahan lainnya.
“Kami tidak pernah mendengar hutan atau lahan kami lahan hutan lindung,” jelasnya.
Sinar bersama ratusan masyarakat adat Intu Lingau terkejut saat mendengar isu bahwa kawasan itu adalah hutan lindung.
Kenyataannya, sejak mereka membuka hutan hingga sekarang, Pemerintah tidak pernah datang atau memberi tahu kalau kawasan hutan itu adalah hutan lindung.
“Setiap tahun kami berladang di lokasi itu. Selama ini kami merambah hutan tersebut tidak ada masalah apa-apa. Jadi, kami tegaskan tidak ada hutan lindung disini,” ucapnya.
Kalaupun memang dinyatakan sebagai hutan lindung, Pemerintah tidak pernah memberitahukan kepada mereka terkait status hutan lindung.
“Jadi kami tegaskan itu bukan hutan lindung. Itu lahan pertanian milik kami,” ucap Sinar menambahkan.
Sama yang disampaikan oleh Ariyatonius (61), ia mengatakan bahwa hutan tersebut yang dikatakan hutan lindung oleh pemerintah adalah hutan milik masyarakat, tempat mereka menuai hasil tanam.
“Sebelumnya ada juga perusahaan kayu yang beroperasi disitu. Toh kami tidak pernah mendengar bahwa itu hutan lindung,” ucapnya.