Himpunan Pemuda Mahakam Gelar Diskusi Publik, Angkat Isu Selamatkan Demokrasi dari Cengkraman Politik Dinasti 

oleh -
Penulis: Redaksi
Editor: Ardiansyah
Himpunan Pemuda Mahakam Gelar Diskusi Publik mengangkat isu soal politik dinasti dengan tema Selamatkan Demokrasi Dari Cengkraman Politik Dinasti, yang digelar di Papie Cafe, Jalan KH Abdurrasyid, Kota Samarinda, Rabu (13/12/2023). Foto: BorneoFlash.com/Ist.
Himpunan Pemuda Mahakam Gelar Diskusi Publik mengangkat isu soal politik dinasti dengan tema Selamatkan Demokrasi Dari Cengkraman Politik Dinasti, yang digelar di Papie Cafe, Jalan KH Abdurrasyid, Kota Samarinda, Rabu (13/12/2023). Foto: BorneoFlash.com/Ist.

Yustinus mengajak pemilih muda agar selektif dalam memilih pemimpin, dan sebagai pemilih juga harus rasional membandingkan.

 

Dalam artian melihat problem saat ini, dan lima tahun ke depan kehidupan dalam konteks bernegara maupun bangsa seperti apa, dan harus menilai dari hal itu. 

 

“Harus memilih, menjatuhkan pilihan dengan semangat rasional, visi–misi, rekam jejak, kapasitas, kapabilitas sebagai pemimpin,” pungkasnya. 

Akademisi Hukum Universitas Tujuh Belas Agustus (Untag) Samarinda S. Roy Hendrayanto menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai syarat pencapresan yang telah diputuskan oleh Paman Gibran, mantan Hakim MK Anwar Usman sah secara aturan.

 

“Kalau dalam hukum sah saja, tetapi dalam politik tidak benar,” sebutnya. 

 

Ia beranggapan, politik dinasti tidak jauh berbeda dengan sebelum masa reformasi tahun 1998. 

 

“Artinya politik KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), cuman  sekarang namanya sudah berubah yang disebut sebagai politik dinasti, bagian dari pada nepotisme tadi, sebetulnya dilarang dalam undang-undang,” singgung Roy. 

 

Secara pribadi, Ia menganggap sepanjang tidak melanggar aturan maka nepotisme sah-sah saja. 

 

Namun yang dilakukan dan dipertontonkan ke publik sebaliknya, bahkan terkesan untuk melanggengkan kekuasaan. 

 

“Bagaimana yang seharusnya melanggar aturan tetapi dibuat sedemikian rupa untuk bisa tidak melanggar aturan, nah ini yang menjadikan etika politiknya tidak ada. Menurut hukum sah, tetapi dalam beretika politik, ini kan meramu, bahwa untuk membuat sistem maka jadilah penguasa, seolah-olah penguasa adalah segalanya bagi undang-undang tersebut, bisa merubah kapan saja, nah ini buktinya demokrasi yang kebablasan dari amanat 1998 tadi,” ungkapnya. 

 

Generasi muda harus menentukan pilihan tidak hanya pada Capres-Cawapres saja di Pemilu 2024, melainkan juga pada Pileg dan Pilkada dan harus cermat dalam memilih pemimpin. 

Baca Juga :  Biaya Operasional Tinggi, Alasan Maskapai Tidak Ada Di Bandara Melalan

 

“Kalau capres teman-teman bisa memilih, pilih, pilah dan transparan. Kita sudah melihat debat dari 3 capres mana punya visi misi jelas, mana emosian, mana yang punya program secara gamblang disampaikan,” bebernya. 

Simak berita dan artikel BorneoFlash lainnya di  Google News

banner 700x135

No More Posts Available.

No more pages to load.