BorneoFlash.com, BONTANG – Perubahan nama atau istilah Izin Mendirikan Bangunan (IMB) menjadi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) ini mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2021.
Namun pada pelaksanaannya di lapangan, yang sudah berjalan selama 2 tahun ini, perubahan sistem baru ini dinilai cukup menyulitkan masyarakat.
Banyak keluhan dari masyarakat yang diterima Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Bontang.
Dari 192 pengajuan PBG yang diterima DPMPTSP, hanya ada 18 usulan yang baru melengkapi berkas, sedangkan sisanya (174 pengajuan dokumen) masih terkendala dengan sistem yang baru ini.
Asdar Ibrahim (Kepala DPMPTSP Bontang) mengatakan bahwa pihaknya tak bisa berbuat banyak untuk melakukan kebijakan atas banyaknya keluhan dari masyarakat tersebut.
Alasannya, karena sistem ini (PBG) sudah diatur sedemikian mungkin dan tidak bisa diproses lebih lanjut jika dokumen pendukung dari usulan belum dilengkapi.
“Banyak data usulan yang masuk, cuma yang baru melengkapi berkas ada 18. Jadi perlu kita pikirkan solusinya untuk mempermudah pengurusan PBG ini,” katanya saat dikonfirmasi awak media, pada Selasa (29/8/2023) pagi.
Untuk diketahui, PBG adalah Perizinan yang dikeluarkan dari Pemerintah kepada pemilik sebuah bangunan gedung.
PBG ini diperlukan sebagai izin bagi lahan yang akan dibangun, sementara untuk bangunan yang sudah ada, diperlukan untuk Sertifikasi Layak Fungsi.
Kabid Tata Ruang dan Bangunan PUPRK Bontang, Robysah menuturkan, pengurusan PBG memerlukan dokumen penunjang yang disahkan dari 2 kelompok tenaga ahli bersertifikasi, yakni Arsitek dan Sipil.
Yang menjadi permasalahan adalah syarat mendapatkan PBG tersebut menjadi sulit karena keterbatasan tenaga ahli tersebut.
“Di Bontang kita kurang tenaga baik sipil maupun arsitek, jadi penilai ahli kita tidak ada di Bontang. Karena hanya ada 2 atau 3 orang,” katanya.
Menyikapi masalah PBG ini, Wakil Ketua DPRD Bontang, Agus Haris menyarankan agar pemerintah setempat mencari solusi dengan menyiapkan regulasi yang bisa mengimbangi perubahan sistem baru tersebut.
“Pemkot Bontang carikan segera solusinya, jangan berlarut larut, sudah 2 tahun dari diberlakukan aturan baru ini. Kalau dibiarkan kasian masyarakat, apalagi para pelaku usaha bakal terbebani kalau terkendala PBG,” kata Agus Haris.