Fraksi PKB Soroti Ketidaktepatan Hukum dan Turunnya Retribusi Daerah dalam Rapat Pertanggungjawaban APBD Paser 2024

oleh -
Raperda pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Paser Tahun 2024, di Gedung Baling Seleloi, Sekretariat DPRD Paser pada Senin (30/6/2025). Foto: BorneoFlash/Joe
Raperda pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Paser Tahun 2024, di Gedung Baling Seleloi, Sekretariat DPRD Paser pada Senin (30/6/2025). Foto: BorneoFlash/Joe

BorneoFlash.com, TANA PASER — Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Kabupaten Paser menyampaikan sejumlah catatan kritis terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2024.

 

Pandangan umum tersebut disampaikan oleh juru bicara Fraksi PKB, Kasri, dalam Rapat Paripurna DPRD Paser yang berlangsung di Gedung Baling Seleloi, Sekretariat DPRD Paser, pada Senin (30/6/2025). 

 

Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua I DPRD Zulkifli Kaharuddin, didampingi Wakil Ketua II Hendrawan Putra, dan dihadiri Wakil Bupati Paser Ikhwan Antasari.

 

Salah satu sorotan utama Fraksi PKB adalah ketidaktepatan penggunaan landasan hukum dalam laporan APBD. Kasri menilai rujukan terhadap Pasal 31 dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tidak relevan karena undang-undang tersebut hanya terdiri dari 29 pasal.

 

“Fraksi PKB menilai penggunaan Pasal 31 pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tidak tepat. Kami merekomendasikan agar rujukan diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,” tegasnya.

 

Selain itu, Fraksi PKB juga menyoroti ketidakkonsistenan dalam laporan realisasi pendapatan transfer, di mana masih disebutkan adanya Dana Insentif Daerah (DID), padahal  Kabupaten Paser tidak menerima DID pada tahun anggaran 2024.

 

Penurunan pendapatan dari sektor retribusi daerah juga menjadi perhatian serius. Fraksi PKB menilai target retribusi yang tidak tercapai mencerminkan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap kinerja perangkat daerah pengelola, terutama pada sektor jasa umum, jasa usaha, dan perizinan tertentu.

 

“Perlu reformulasi strategi dan peningkatan kapasitas SDM untuk mengoptimalkan retribusi. Salah satunya bisa melalui penerapan sistem pembayaran digital,” ujar Kasri.

Baca Juga :  Pencairan Beasiswa Kaltim Tuntas Tertunda: Keterlambatan Data SIPD Jadi Kendala

 

Fraksi PKB juga mencatat masih lemahnya sistem pemungutan dan belum terintegrasinya basis data retribusi. Untuk itu, mereka mendesak pemerintah daerah segera melakukan digitalisasi sistem pemungutan retribusi, membangun basis data yang akurat, serta menerapkan sistem monitoring dan evaluasi secara berkala.

 

Aplikasi SIMPADATAKA pun tak luput dari sorotan. Fraksi PKB menilai aplikasi ini masih terbatas dalam fungsinya karena belum mampu memetakan potensi objek pajak baru yang dapat meningkatkan pendapatan daerah.

 

Fraksi juga menyoroti adanya ketimpangan antara tarif retribusi dengan nilai layanan publik yang diberikan. Menurut mereka, hal ini berdampak pada rendahnya partisipasi masyarakat dalam pembayaran retribusi.

 

“Pemerintah perlu melakukan kajian tarif secara berkala agar tetap relevan dan proporsional,” tambahnya.

 

Lebih jauh, Fraksi PKB mendorong pemerintah daerah untuk menyusun kebijakan fiskal yang adaptif dan adil dalam merespons dampak fluktuasi ekonomi pasca-pandemi. Mereka juga menilai bahwa sektor produktif seperti pariwisata, jasa lingkungan, dan pemanfaatan aset daerah belum digarap secara optimal.

 

“Fraksi PKB mendorong pemetaan potensi pendapatan secara komprehensif dan inovatif guna mendukung peningkatan pendapatan asli daerah yang transparan, akuntabel, serta berpihak pada kesejahteraan masyarakat,” pungkas Kasri. (*)

Simak berita dan artikel BorneoFlash lainnya di  Google News

banner 700x135

No More Posts Available.

No more pages to load.