BorneoFlash.com, KUKAR – Kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Kutai Kartanegara (Kukar) tahun 2026 belum sepenuhnya menjawab kebutuhan hidup pekerja.
DPRD Kukar menilai penyesuaian upah tersebut masih perlu dievaluasi karena belum mencerminkan kondisi riil biaya hidup masyarakat.
Anggota DPRD Kukar Daerah Pemilihan (Dapil) I dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Eko Wulandanu, menyampaikan bahwa besaran UMK saat ini belum dapat dijadikan tolok ukur kecukupan hidup bagi sebagian besar pekerja di Kukar.
“Kalau dijadikan standar kecukupan hidup masyarakat Kukar, angkanya memang masih belum cukup,” ungkap Eko, pada Selasa (23/12/2025).
Menurutnya, kebijakan pengupahan harus disusun dengan mempertimbangkan dinamika ekonomi daerah, termasuk fluktuasi harga kebutuhan pokok dan daya beli masyarakat yang terus berubah.
Eko menegaskan bahwa persoalan upah minimum tidak hanya berdampak pada kesejahteraan pekerja, tetapi juga berpengaruh langsung terhadap perputaran ekonomi daerah.
“Ketika pendapatan masyarakat tidak sebanding dengan kebutuhan hidup, daya beli akan melemah dan itu berdampak ke pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.
Ia menambahkan, pengalaman penurunan daya beli masyarakat dalam beberapa waktu terakhir menjadi catatan penting bagi pemerintah daerah agar kebijakan pengupahan ke depan lebih responsif terhadap kondisi sosial ekonomi warga.
“Ini harus menjadi bahan evaluasi bersama supaya kebijakan UMK bisa lebih adaptif dan berpihak pada kondisi masyarakat,” pungkasnya.





