Fraksi GAP dan NasDem secara spesifik menyoroti hal ini. Seluruh fraksi mendesak Pemerintah Daerah untuk memberikan penjelasan rinci dan strategis mengenai langkah penyesuaian kebijakan fiskal yang akan diambil, serta menuntut efisiensi belanja non-esensial secara total untuk mengamankan anggaran yang tersisa bagi program publik vital.
Di tengah tekanan fiskal, isu program Multiyears Contract (MYC) menjadi perdebatan krusial. Fraksi NasDem secara terbuka mempertanyakan urgensi pelaksanaan 18 kegiatan MY senilai lebih dari Rp1,081 Triliun, meminta justifikasi proyek ini di tengah krisis anggaran.
Sejalan dengan itu, Fraksi PKS dan Demokrat menyatakan dukungan bersyarat terhadap MYC, namun sama-sama menuntut agar proyek tersebut dijalankan dengan profesionalisme, akuntabilitas tinggi, dan harus dipastikan segera dieksekusi sejak awal tahun anggaran (Q1).
Optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Transparansi BUMD menjadi tuntutan kolektif. Fraksi PPP dan GAP secara khusus menuntut agar Penyertaan Modal BUMD sebesar Rp25 Miliar harus didasari studi kelayakan yang kuat, menjamin adanya peningkatan PAD, bukan sekadar pemborosan belanja.
Fraksi PKS turut mendesak Pemda untuk bergerak cepat dalam memaksimalkan PAD dari sektor unggulan seperti pajak kendaraan perusahaan dan retribusi pariwisata digital.

Selain itu, Fraksi PIR mendesak integrasi data e-government untuk semua usulan, termasuk reses, demi akuntabilitas anggaran.
Isu pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Kutim menjadi desakan kuat dari Fraksi Demokrat dan PPP. Kedua fraksi ini menuntut APBD 2026 harus berpihak pada wilayah Pesisir, Pedalaman, dan Perbatasan, dan tidak berpusat hanya di ibu kota kabupaten.
Seluruh fraksi berharap agar catatan kritis ini diakomodir demi mewujudkan APBD yang berkeadilan. (*)





