BorneoFlash.com, JAKARTA – Menteri Agama Nasaruddin Umar membuka Ijtimak Ulama Tafsir Al Quran di Jakarta, Rabu, untuk mendorong pendekatan tafsir induktif yang berwawasan keindonesiaan.
“Al Quran dimulai dengan ‘Iqra’ bismi rabbik. ‘Iqra’ itu induktif, ‘bismi rabbik’ deduktif. Keduanya harus dipadukan,” ujar Menag.
Ditjen Bimas Islam, Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan SDM, serta Lajnah Pentashihan Mushaf Al Quran menyelenggarakan Ijtimak ini. Tahun ini, mereka mengangkat tema toleransi dan cinta kemanusiaan, relevan di era post-truth.
Menag menekankan, tantangan era post-truth menuntut metode tafsir baru agar tetap relevan. Ia mengkritik metode deduktif yang menenggelamkan kebenaran dan mendorong pendekatan induktif, yakni membaca realitas sosial sebelum merujuk teks suci. Ia juga menekankan kolaborasi rasio dan rasa agar tafsir membumi dan menyentuh batin manusia.
Menag menegaskan, Kemenag harus menyusun tafsir yang menjadi tafsir negara dan Indonesia dengan mengintegrasikan antropologi, budaya, dan konteks lokal. “Setiap bangsa berhak memahami Al Quran sesuai budaya. Perspektif budaya dan sosiologi perlu masuk dalam tafsir,” tambahnya.
Ulama, akademisi, dan pemerhati tafsir menggunakan forum ini untuk membahas penyempurnaan tiga juz tafsir dan menggelar uji publik. Menag berharap Ijtimak menghasilkan pandangan mencerahkan dan kritik konstruktif, mencerminkan Islam penuh kasih. (*)






