Sudut Pandang Manusia Indonesia Rusak Karena Sistem Sekolah yang Kaku

oleh -
Editor: Ardiansyah
Ilustrasi by Freepik.
Ilustrasi by Freepik.

BorneoFlash.com, OPINI – Sistem pendidikan di Indonesia yang selama ini kita jalani memiliki peranan penting dalam membentuk karakter dan pola pikir generasi muda. Namun, ironisnya, sistem yang seharusnya mencerdaskan bangsa ini justru banyak menimbulkan masalah pada cara berpikir dan sudut pandang manusia Indonesia secara umum. 

 

Sistem sekolah yang kaku, dengan orientasi pada ketaatan dan peringkat, telah merusak kemampuan berpikir kritis dan kebebasan berekspresi para siswa.

 

Pertama, sekolah saat ini lebih menekankan pada sikap patuh daripada mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Siswa diajarkan untuk mengikuti aturan, menghafal materi, dan mematuhi perintah guru tanpa diberi ruang yang cukup untuk bertanya, berpendapat, atau bereksperimen dengan ide-ide baru. 

 

Hasilnya, banyak generasi muda yang tumbuh sebagai “manusia pasif” yang takut salah dan enggan mengkritisi keadaan di sekitar mereka, padahal kemampuan berpikir kritis adalah modal utama untuk kemajuan individu dan bangsa.

 

Kedua, sistem ranking atau peringkat di sekolah justru memprioritaskan hasil angka dan nilai semata, bukan proses penalaran dan pemahaman yang mendalam. Siswa berlomba mendapatkan nilai tertinggi demi meraih peringkat, sehingga pembelajaran berubah menjadi ajang kompetisi semu tanpa makna yang hakiki. 

 

Penalaran yang seharusnya menjadi inti dari proses belajar seringkali terabaikan, karena tekanan untuk “lulus saja” membuat siswa lebih fokus menghafal dan menempelkan jawaban yang dianggap benar daripada menjelajahi dan memahami substansi materi.

 

Ketiga, sistem sekolah kaku juga menghilangkan ruang untuk kesalahan yang seharusnya menjadi bagian penting dalam proses belajar. Kesalahan dipandang sebagai kegagalan yang menakutkan, bukan sebagai peluang untuk belajar dan berkembang. 

 

Ketakutan untuk salah membuat siswa lebih memilih untuk tidak mencoba hal baru, yang menghambat kreativitas dan inovasi. Padahal, belajar dari kesalahan adalah cara manusia memahami dunia dan mengasah kemampuan berpikir kompleks.

Baca Juga :  Abdulloh Temui HMI Balikpapan Saat Unjuk Rasa 

 

Keempat, sekolah seharusnya menjadi tempat yang membuka wawasan tentang makna kehidupan, bukan sekadar tempat menghafal fakta dan teori tanpa konteks. 

 

Pendidikan idealnya mengajarkan siswa untuk mencari arti dari apa yang mereka pelajari, menghubungkan ilmu dengan pengalaman hidup, dan membangun sikap optimis serta rasa ingin tahu terhadap dunia. 

 

Namun, kenyataannya, suasana formal dan pembelajaran monoton membuat siswa kehilangan semangat mencari makna hidup, sehingga lahir manusia yang mekanis dan kurang berempati.

Simak berita dan artikel BorneoFlash lainnya di  Google News

Jangan ketinggalan berita terbaru! Follow Instagram  dan subscribe channel YouTube BorneoFlash Sekarang

No More Posts Available.

No more pages to load.