BorneoFlash.com, OPINI – Peran guru dalam menerapkan pendidikan karakter yang efektif di era modern sangat krusial dan menjadi fondasi utama dalam membentuk generasi muda yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga berakhlak mulia, bertanggung jawab, dan berintegritas.
Konsep ini sejalan dengan teori Paulo Freire yang menekankan pendidikan sebagai proses pembebasan dan pemberdayaan siswa melalui dialog dan pembentukan kesadaran kritis sehingga siswa tidak hanya menjadi objek pengajaran, melainkan subjek yang aktif dalam belajar dan bertransformasi secara moral.
Dalam kerangka akhlak Nabi Muhammad, pendidikan karakter berfokus pada penanaman nilai-nilai kebaikan universal seperti kejujuran, kesabaran, kasih sayang, dan keadilan yang menjadi teladan hidup bagi setiap individu.
Guru harus mampu menjadi figur panutan yang menghidupkan nilai-nilai tersebut dalam perilaku sehari-hari, sebagaimana Nabi Muhammad menjadi contoh sempurna dalam membentuk karakter umatnya melalui akhlak terpuji.
Teori Ki Hajar Dewantara juga sangat relevan dalam konteks ini. Ia menegaskan bahwa pendidikan adalah proses pembentukan manusia seutuhnya—berjiwa, berakal, dan berbudi pekerti luhur. Guru harus mengadopsi pendekatan “ing ngarso sung tulodo” (di depan memberi teladan), “ing madya mangun karsa” (di tengah membangun kemauan), dan “tut wuri handayani” (di belakang memberi dorongan), yakni menjadi teladan, pendamping, dan motivator bagi siswa dalam pengembangan karakter mereka.
Di era modern yang banyak diwarnai oleh tantangan global dan teknologi, guru dituntut mengintegrasikan nilai-nilai karakter dengan pendekatan adaptif yang relevan dengan kebutuhan zaman, seperti membimbing siswa menggunakan literasi digital secara etis, menumbuhkan empati dalam komunikasi daring, dan menguatkan kekuatan karakter melalui pembiasaan nilai kehidupan dalam pembelajaran formal dan informal.
Secara praktis, guru harus berperan lebih dari sekadar penyampai materi akademik. Mereka adalah fasilitator, teladan, dan pelindung nilai moral yang mampu menginternalisasi nilai-nilai karakter tersebut secara konsisten dalam interaksi keseharian dengan siswa.
Dengan demikian, pendidikan karakter oleh guru yang efektif akan menghasilkan generasi yang matang secara intelektual, emosional, dan sosial, serta siap berkontribusi positif bagi masyarakat yang kompleks di era modern ini.
Penanaman pendidikan karakter ini bukan hasil instan, melainkan proses berkelanjutan yang memerlukan komitmen guru, dukungan sistem pendidikan, dan sinergi dengan keluarga serta lingkungan.
Guru yang mengintegrasikan teori Freire, akhlak Nabi Muhammad, dan pemikiran Ki Hajar Dewantara akan menciptakan pendidikan karakter yang autentik, komprehensif, dan relevan dalam membentuk manusia Indonesia masa depan yang unggul dan berakhlak mulia. (*)
Nama Penulis: Agus Priyono Marzuki S.Pd
Profesi: Guru
No WhatsApp: 085792185490
Email: agus16priyono.marzuki@gmail.com





