Reaksi anak yang mogok sekolah menandakan adanya ketegangan struktural yang lebih besar antara otoritas sekolah, kebijakan pemerintah, dan kebutuhan psikososial siswa.
Kritik Sinis atas Kebijakan dan Praktik Penonaktifan kepala sekolah oleh Gubernur, meski sah sebagai langkah administratif, justru seperti tamparan balik yang menegaskan lemahnya sistem pendidikan.
Ini ibarat mengganti satu sosok otoriter dengan kebijakan yang gagal mencegah otoritarianisme di ruang kelas. Langkah tersebut tampak lebih sebagai upaya meredakan kontroversi publik ketimbang membangun perbaikan sistemik.
Ini adalah peringatan keras bagi pemerintah daerah dan kementerian pendidikan bahwa penanganan sumber daya manusia di dunia pendidikan tidak boleh hanya berbasis respons reaktif dan sanksi administratif. Diperlukan pembinaan, pengawasan berkala, dan pelatihan intensif bagi guru untuk menginternalisasi nilai-nilai pendidikan yang humanis dan beradab.
Kesimpulan
Kasus Kepala SMAN 1 Cimarga bukan hanya cerita kekerasan guru terhadap murid, tapi tragedi sistemik pendidikan yang gagal menciptakan lingkungan belajar yang sehat.
Gubernur Banten boleh saja mengambil langkah penonaktifan, tetapi kebijakan pendidikan harus segera disegarkan dengan pendekatan preventif, pemberdayaan guru, dan perlindungan siswa yang nyata.
Tanpa itu, ‘tamparan’ yang lebih besar akan terus terjadi bukan hanya secara fisik, tapi juga pada kualitas pendidikan bangsa secara keseluruhan. (*)
Nama Penulis: Agus Priyono Marzuki S.Pd
Profesi: Guru
No WhatsApp: 085792185490
Email: agus16priyono.marzuki@gmail.com