BorneoFlash.com, OPINI – Kasus Kepala SMAN 1 Cimarga yang menampar siswanya karena ketahuan merokok menimbulkan gelombang reaksi mulai dari mogok sekolah hingga penonaktifan sang kepala sekolah oleh Gubernur Banten.
Fenomena ini bukan sekadar soal kekerasan fisik, melainkan cerminan kegagalan kebijakan pendidikan dan tata kelola sumber daya manusia di sekolah.
Analisis Hukum dan Regulasi Guru di Indonesia
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Guru dan Dosen, guru dan tenaga pendidik wajib memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi serta menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, dan pelindung peserta didik.
Kekerasan fisik terhadap siswa, termasuk penamparan, jelas bertentangan dengan prinsip ini dan melanggar ketentuan pencegahan kekerasan dalam Permendikbud No. 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Pendidikan.
Undang-undang juga menegaskan perlindungan hak anak sesuai UU Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014 yang melarang semua bentuk kekerasan terhadap anak, termasuk oleh pendidik. Pelaku kekerasan bisa dikenai pidana hingga 3,5 tahun penjara dan denda.
Penonaktifan kepala sekolah ini merupakan langkah administratif, namun sejatinya memperlihatkan ironi kebijakan karena sanksi ini muncul ketika publik menggugat melalui demonstrasi siswa dan tekanan masyarakat, bukan dari upaya preventif atau manajemen yang berkelanjutan di institusi pendidikan.
Kajian Pendidikan dan Etika Profesi Guru
Menurut teori pendidikan modern seperti yang diajarkan Paulo Freire dan John Dewey, guru berperan sebagai fasilitator yang memupuk kebebasan berpikir, kesadaran kritis, dan membangun lingkungan belajar yang aman secara fisik dan psikologis.
Kekerasan fisik justru merusak kepercayaan dan penghormatan antara guru dan siswa, sehingga menghambat proses pembelajaran.
Kasus Cimarga menandai kegagalan proses pendidikan karakter yang seharusnya menjadi dasar di semua jenjang, terutama di jenjang SMA. Guru tidak seharusnya mengambil tindakan kekerasan yang dianggap sebagai solusi, melainkan mencari metode disiplin positif dan komunikasi efektif.