Dapur jenis ini akan menyesuaikan dengan kondisi geografis dan jumlah penerima manfaat di daerah masing-masing.
“Untuk wilayah terpencil, jarak pengiriman bahan makanan tidak boleh lebih dari 30 menit atau maksimal enam kilometer. Jadi, jika ada beberapa sekolah dengan total 200 sampai 300 siswa, cukup disediakan satu dapur khusus agar penyalurannya lebih efisien,” jelasnya.
Lebih lanjut, Yana menyebut pihaknya tengah melakukan proses pencocokan antara potensi produk pertanian lokal dengan kebutuhan dapur MBG.
Pendekatan ini tidak hanya mendukung penyerapan hasil petani lokal, tetapi juga memperkenalkan ragam pangan khas daerah kepada anak-anak penerima manfaat.
“Setelah pemetaan selesai, kami akan menyesuaikan data hasil produksi dengan kebutuhan tiap dapur MBG. Semua bahan lokal tetap diuji terlebih dahulu sebelum digunakan,” tuturnya.
Mengenai pola kerja sama dengan petani, Yana menegaskan bahwa mekanisme saat ini masih berbasis kemitraan langsung antara pihak dapur MBG dengan kelompok tani.
“Saat ini sistem yang berjalan masih berupa kemitraan langsung antara dapur MBG dan petani setempat. Ke depan, kami berupaya agar kolaborasi ini menjadi lebih terstruktur dan terintegrasi,” pungkasnya.