Selanjutnya, N menghubungi seseorang berinisial Z yang kemudian menyanggupi untuk memberikan dana.
Pada 31 Agustus, N bersama Z membeli berbagai bahan, seperti jerigen, bahan bakar jenis pertamax sebanyak 20 liter, serta botol kaca yang digunakan sebagai wadah bom molotov.
Bahan-bahan tersebut awalnya disimpan di warung kopi tempat mereka bertemu sebelumnya.
Namun, proses perakitan tidak segera dilakukan hingga akhirnya N menyerahkan material tersebut kepada seorang mahasiswa berinisial R.
Dari tangan R inilah bom molotov kemudian dirakit, sebelum akhirnya berhasil digagalkan polisi.
“Material itu kemudian berpindah ke R yang melakukan perakitan, sampai akhirnya rencana ini terungkap dan berhasil kami hentikan,” tegas Hendri.
Identitas para pelaku juga diungkap lebih jauh.
N diketahui merupakan mantan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Unmul yang saat ini tidak bekerja.
Sementara AJM berasal dari Sumatera dan berdomisili di Samarinda.

“Saudara N adalah mantan mahasiswa Fisipol Unmul yang kini berstatus pengangguran, sedangkan AJM merupakan warga asal Sumatera,” tambah Hendri.
Atas perbuatannya, keduanya dijerat Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat Tahun 1951 serta Pasal 1 ayat 81 terkait Penyalahgunaan Senjata Tajam, Senjata Api, dan Bahan Peledak.
Mereka terancam hukuman penjara 12 tahun, ditambah 8 tahun penjara karena penyalahgunaan bahan peledak.