Sementara itu, kuasa hukum Sri Evi, Titus Tibayan Pakalla, menyoroti waktu penerbitan surat penonaktifan yang berdekatan dengan proses hukum yang sedang berjalan di tingkat kasasi Mahkamah Agung.
Gugatan tersebut diajukan menyusul temuan pengawas ketenagakerjaan dari Disnakertrans Kaltim yang menyatakan adanya kekurangan pembayaran upah.
“Tidak ada keterkaitan langsung antara gugatan kekurangan upah dengan status kepegawaian klien kami sebagai dosen,”jelas Titus.
Menurutnya, kebijakan kampus tersebut tidak hanya menimbulkan kerugian pribadi bagi kliennya, tetapi juga berdampak pada kelangsungan studi mahasiswa yang sedang berada di fase akhir pendidikan.
“Penonaktifan ini berimplikasi luas, tidak hanya terhadap hak klien kami, tetapi juga mengganggu proses akademik mahasiswa yang sedang menjalankan KKN dan menyusun skripsi,”terangnya.
Ia juga membantah isi surat yang menyebut Sri tengah menjalani proses hukum di Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur.
Menurut Titus, perkara tersebut kini berada pada tahap kasasi di Mahkamah Agung, dan tidak pernah diproses di pengadilan yang disebutkan dalam surat.
“Keterangan dalam surat itu tidak benar. Kami tidak pernah bersidang di Pengadilan Tinggi Kaltim. Pernyataan tersebut bisa dikategorikan sebagai fitnah,”tegasnya.
Pihaknya telah melayangkan surat keberatan kepada LLDIKTI Wilayah XI Kalimantan dan menyatakan akan mengirimkan somasi kepada pihak kampus dalam waktu dekat.
Hingga berita ini diterbitkan, wartawan masih berupaya menghubungi perwakilan hukum Universitas Widya Gama Mahakam untuk mendapatkan klarifikasi, namun belum memperoleh tanggapan resmi. (*)