Lebih lanjut, Bagus menilai program ini berpotensi menjadi solusi atas masalah inflasi daerah, khususnya dari komoditas seperti cabai yang harganya pernah tembus Rp100 ribu per kilogram. Dengan adanya produksi hortikultura lokal, kebutuhan akan sayuran dan bumbu dapur tidak lagi bergantung dari luar kota.
“Kalau kita bisa produksi sendiri cabai dan sayur, kita bisa kendalikan inflasi. Ini sangat penting untuk ekonomi warga Balikpapan,” tegasnya.
Sementara itu, Asterdam Kodam VI/Mulawarman, Kolonel Kav M. Arifin, mengungkapkan bahwa program pertanian terpadu ini sudah menunjukkan hasil meski baru berjalan tiga bulan. “Dari 1.000 ayam, 60 persen sudah bertelur setiap hari. Kita juga panen lele dan sudah punya 3.000 ayam di tiga kandang,” jelasnya.
Terdapat 7 kelompok tani lokal yang dilibatkan, dengan masing-masing kelompok beranggotakan sekitar 12 orang. Kodam VI/Mulawarman juga bekerja sama dengan Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan Kota Balikpapan dalam hal pendampingan teknis, penyediaan alat, serta layanan dokter hewan.

Kodam VI/Mulawarman turut mendorong replikasi model Integrated Farming ke berbagai wilayah komando seperti Kukar, Kutim, Bontang, dan Penajam Paser Utara. Hasil produksi sebagian besar digunakan untuk kebutuhan anggota TNI dan warga sekitar.
“Ketahanan pangan tidak bisa dijalankan tanpa petani. Karena itu sejak awal kita pastikan mereka dilibatkan dan diberdayakan,” tegas Kolonel Arifin.
Program ini dinilai sebagai bentuk nyata kolaborasi antara TNI, pemerintah daerah, dan petani dalam membangun kemandirian pangan, energi, dan air seperti yang diamanatkan pemerintah pusat. (*)