“Efeknya bukan cuma fisik, tapi juga sosial dan spiritual. Jika sudah kecanduan, pilihannya hanya tiga: rehabilitasi, penjara, atau… kematian,” ungkap Herlina, yang disambut keheningan serius dari audiens.
Ia juga mendorong mahasiswa untuk menjadi agen informasi, menyampaikan edukasi yang benar tentang bahaya narkotika ke lingkungan sekitar.
Sementara itu, King Surya Ningrat membedah strategi pemberantasan narkoba dari sisi struktural. Ia menekankan pentingnya penguatan lembaga rehabilitasi serta keterlibatan aktif generasi muda dalam menciptakan lingkungan yang imun terhadap narkoba.
“Kita tidak hanya berperang dengan jaringan narkoba, tapi juga dengan budaya permisif yang meremehkan bahaya narkotika. Anak muda harus jadi influencer positif yang bisa mengajak teman-temannya keluar dari jerat ini,” ujarnya.

Sesi tanya jawab pun berlangsung hangat dan kritis. Mahasiswa dari Prodi D3 Kebidanan dan Keperawatan Anestesi melontarkan pertanyaan seputar peran oknum aparat di lapas, teknik edukasi kepada pengguna, hingga proses rehabilitasi.
Pihak narasumber memberikan jawaban lugas:
- Penegakan hukum terhadap oknum telah dilakukan secara tegas.
- Edukasi efektif dimulai dari keteladanan lingkungan terdekat.
- Fasilitas rehabilitasi disediakan gratis oleh negara, kecuali untuk ongkos transportasi yang ditanggung keluarga.
Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya massif membentengi mahasiswa dan generasi muda Kalimantan Timur dari jerat narkotika. Diharapkan, hasil dari sosialisasi ini bisa menumbuhkan kesadaran kolektif dan keberanian bertindak, baik dalam melapor maupun menyebarkan informasi pencegahan. “Melawan narkoba bukan tugas aparat semata, tapi panggilan moral kita semua,” pungkas AKBP Musliadi. (*)







