Negosiasi Tarif AS: Dampak QRIS dan GPN Terhadap Sistem Pembayaran Domestik Indonesia

oleh -
Penulis: Wahyuddin Nurhidayat
Editor: Ardiansyah
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Foto: Grandyos Zafna
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Foto: Grandyos Zafna

BorneoFlash.com, JAKARTA – Indonesia menyoroti sistem pembayaran domestik, seperti QRIS dan GPN, dalam negosiasi tarif resiprokal dengan AS, yang dianggap membatasi perusahaan asing.

 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa pemerintah Indonesia telah berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait masukan AS. Namun, belum ada langkah konkret yang diumumkan terkait respons terhadap tarif AS.

 

AS juga menyoroti perizinan impor melalui sistem OSS, insentif perpajakan, kepabeanan, dan kuota impor. Pembahasan ini bertujuan untuk mengeksplorasi opsi kerja sama bilateral yang dapat menciptakan perdagangan yang adil dan berimbang.

 

Proses negosiasi akan berlangsung selama 60 hari hingga Juni 2025, dengan harapan hasil yang positif bagi Indonesia.

 

Bank Indonesia mengembangkan QRIS sebagai standar kode QR dan mendorong penggunaannya baik untuk transaksi domestik maupun internasional dengan mata uang lokal.

 

Laporan USTR menyoroti Peraturan BI No. 21/2019 yang menetapkan QRIS sebagai standar nasional, serta kekhawatiran perusahaan AS terkait pembatasan akses ke sistem pembayaran mereka.

 

Pada Mei 2023, BI mengamanatkan agar perusahaan pembayaran AS memproses kartu kredit pemerintah melalui GPN. (*)

Simak berita dan artikel BorneoFlash lainnya di  Google News

banner 700x135

No More Posts Available.

No more pages to load.