BorneoFlash.com, JAKARTA – Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, menanggapi temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan pengurangan nilai makanan dari Rp10.000 menjadi Rp8.000. Ia menegaskan bahwa perbedaan ini bukan pengurangan, melainkan disesuaikan dengan pagu bahan baku yang telah ditetapkan sejak awal.
“KPK belum mendapatkan penjelasan bahwa pagu bahan baku memang berbeda sejak awal. Untuk anak PAUD hingga kelas 3 SD, pagunya Rp8.000, sementara untuk jenjang lainnya Rp10.000,” ujar Dadan pada Sabtu (8/3/2025).
Ia menambahkan bahwa perbedaan pagu ini berlaku di sebagian besar wilayah Indonesia bagian barat, tetapi dapat berubah sesuai dengan indeks kemahalan daerah. Sebagai contoh, di Puncak Jaya, Papua, pagunya mencapai Rp59.717. Anggaran bahan baku bersifat at cost, sehingga kelebihan harus dikembalikan dan kekurangan akan ditambah sesuai kebutuhan.
Penyusunan dan Penyesuaian Anggaran
Dadan menjelaskan bahwa mitra dan Kepala Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) menyusun pagu bahan baku secara berkala setiap 10 hari. Setiap usulan sudah merinci jumlah penerima manfaat di masing-masing wilayah.
“Jika dalam satu periode 10 hari terjadi kelebihan anggaran, maka akan carry over ke periode berikutnya. Sebaliknya, jika ada kekurangan, maka akan dikoreksi,” jelasnya.
Koordinasi dengan KPK
Dadan dan jajaran BGN telah bertemu dengan KPK pada Rabu (5/3) untuk meminta masukan terkait pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis. Mengingat besarnya anggaran yang dialokasikan dan cakupan program yang luas, BGN membutuhkan bimbingan dari berbagai pihak, termasuk KPK.
“Kami ingin memastikan bahwa program ini berjalan transparan dan akuntabel, sehingga butuh pendampingan dari KPK,” ujar Dadan di gedung KPK, Jakarta. Dalam pertemuan tersebut, KPK memberikan arahan terkait pengelolaan anggaran agar tidak terjadi penyimpangan.
Pernyataan KPK
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menyoroti adanya dugaan pengurangan nilai makanan yang tidak sesuai dengan ketentuan awal.
“Kami menerima informasi bahwa makanan yang seharusnya senilai Rp10.000 hanya diberikan dengan nilai Rp8.000. Informasi ini masih perlu divalidasi, namun penting untuk segera disikapi agar tidak terjadi penyimpangan,” kata Setyo pada Jumat (7/3/25).
Ia menekankan bahwa dana yang terpusat di BGN harus diawasi ketat agar tidak terjadi penyelewengan di tingkat daerah. “Jangan sampai anggaran seperti es batu yang mencair di perjalanan. Hal ini harus menjadi perhatian serius karena dapat memengaruhi kualitas makanan yang diterima masyarakat,” tegasnya. (*)