Manuver Politik Megawati: Instruksi ‘Tunda Retret’ sebagai Bentuk Perlawanan PDIP?

oleh -
Penulis: Wahyuddin Nurhidayat
Editor: Ardiansyah
Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri. Foto : Herman Zakharia
Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri. Foto : Herman Zakharia

BorneoFlash.com, JAKARTA – Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam, menilai bahwa instruksi Megawati Soekarnoputri kepada kepala daerah dari PDIP untuk menunda keikutsertaan dalam retret di Akademi Magelang, Jawa Tengah, menunjukkan bentuk perlawanan politik.

 

“Diakui atau tidak, ini merupakan respons politik. Ketika Megawati meminta kadernya untuk tidak hadir dalam retret di Magelang, hal ini mencerminkan perlawanan politik PDIP terhadap kekuasaan,” ujar Umam.

 

Meski begitu, Umam menegaskan bahwa keputusan tersebut belum final. “Tentu ini belum bisa disimpulkan sebagai keputusan akhir, karena dalam pernyataannya digunakan diksi ‘menunda’. Artinya, masih ada kemungkinan keputusan lanjutan yang bisa mendorong langkah berikutnya,” lanjutnya.

 

Umam juga melihat bahwa sikap Megawati terhadap para kadernya, terutama setelah Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto ditahan, merupakan bagian dari manuver politik.

 

“Keputusan ini mencerminkan manuver politik yang menunjukkan ketidakpercayaan dan kekecewaan terhadap langkah yang diambil pemerintahan saat ini,” kata Umam.

 

Lebih lanjut, ia menduga bahwa kekecewaan PDIP terhadap pemerintahan Prabowo terkait penahanan Hasto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berakar pada komunikasi atau komitmen tertentu yang sebelumnya telah terjalin antara kedua pihak.

 

“Secara subjektif, saya menafsirkan bahwa tampaknya sudah ada komunikasi politik dan komitmen antara PDIP dan Prabowo,” ujarnya.

 

Ia juga mengingatkan bahwa Megawati pernah secara terbuka menyampaikan sikapnya jika Hasto ditahan KPK.

 

“Kita masih ingat, dalam suatu kesempatan, Bu Megawati menyampaikan semacam dialog imajiner antara dirinya dan Pak Prabowo. Dalam dialog tersebut, ia mempertanyakan bagaimana perasaan seorang ketua umum partai jika sekjennya diperlakukan seperti itu,” jelas Umam.

 

Menurutnya, pernyataan tersebut bukan sekadar dialog imajiner. “Ketika disampaikan di ruang publik, ini menunjukkan ekspektasi Bu Mega dan PDIP bahwa proses di KPK bisa dipengaruhi atau diintervensi oleh kekuasaan,” pungkasnya. (*)

banner 700x135

No More Posts Available.

No more pages to load.