Pemerintah Akan Naikkan Iuran BPJS Kesehatan pada 2026

oleh -
Penulis: Wahyuddin Nurhidayat
Editor: Ardiansyah
Foto: BPJS Kesehatan
Foto: BPJS Kesehatan

BorneoFlash.com, JAKARTA – Pemerintah akan menaikkan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada 2026. Kebijakan ini mendukung penerapan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang mulai berlaku pada Juli 2025. Sejak 2020, iuran BPJS Kesehatan tidak mengalami penyesuaian, sementara belanja kesehatan terus meningkat 10–15% setiap tahun.

 

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa kenaikan iuran sangat diperlukan agar sistem kesehatan tetap berjalan. Ia mencontohkan bahwa inflasi terus naik, tetapi iuran BPJS tetap sama selama lima tahun. Kondisi ini bisa membebani sistem di masa depan.

 

Belanja Kesehatan Terus Meningkat

Belanja kesehatan nasional tumbuh lebih cepat dibandingkan pertumbuhan ekonomi atau Produk Domestik Bruto (PDB). Pada 2023, total belanja kesehatan mencapai Rp 614,5 triliun, naik 8,2% dari Rp 567,7 triliun pada 2022. Sebelum pandemi COVID-19, tren ini sudah terlihat. Misalnya, pada 2018, belanja kesehatan meningkat 6,2% dari Rp 421,8 triliun menjadi Rp 448,1 triliun.

 

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menyatakan bahwa kenaikan biaya layanan kesehatan terus menggerus pendapatan BPJS Kesehatan. Ia menegaskan bahwa rasio beban jaminan terhadap pendapatan iuran semakin meningkat, sehingga BPJS Kesehatan harus menyesuaikan tarif agar sistem tetap stabil.

 

“Kami menyiapkan beberapa skenario agar sistem tetap berjalan dengan baik. Kami memastikan dana jaminan sosial masih sehat hingga 2025, tetapi kami perlu melakukan penyesuaian agar keberlanjutan tetap terjaga,” ujarnya.

 

Penerapan KRIS dan Skema Iuran Saat Ini

Pada 2025, iuran BPJS Kesehatan tidak akan naik, tetapi sistem KRIS akan menggantikan kelas rawat inap 1, 2, dan 3. Pemerintah akan menerapkan sistem ini di rumah sakit mulai 1 Juni 2025. Selama masa transisi, skema iuran masih mengikuti Perpres Nomor 63 Tahun 2022:

Baca Juga :  Zodiak Harian Senin 9 November 2020

 

1.Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI): Pemerintah menanggung seluruh iuran.

2.Peserta Pekerja Penerima Upah (PPU):

  • Pegawai negeri, TNI, Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non-PNS membayar 5% dari gaji bulanan.Pemberi kerja menanggung 4%, dan peserta membayar 1%.
  • Pekerja di BUMN, BUMD, dan swasta mengikuti skema serupa.
  • Keluarga tambahan (anak keempat dan seterusnya, orang tua, mertua) membayar 1% dari gaji per orang per bulan.

3.Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja:

  • Kelas III: Peserta membayar Rp 35.000 per bulan, sedangkan pemerintah memberikan subsidi Rp 7.000.
  • Kelas II: Peserta membayar Rp 100.000 per bulan.
  • Kelas I: Peserta membayar Rp 150.000 per bulan.

4.Veteran dan Perintis Kemerdekaan serta keluarganya: Pemerintah membayar iuran sebesar 5% dari 45% gaji pokok PNS golongan III/a dengan masa kerja 14 tahun.

 

Ketentuan Denda dan Pembayaran Iuran

Perpres 64/2020 mewajibkan peserta membayar iuran BPJS Kesehatan paling lambat tanggal 10 setiap bulan. Peserta yang terlambat tidak dikenai denda, tetapi jika dalam 45 hari setelah kepesertaan aktif kembali mereka membutuhkan layanan rawat inap, BPJS akan mengenakan denda.

 

BPJS menghitung denda sebesar 5% dari biaya diagnosa awal, dikalikan jumlah bulan tertunggak, dengan ketentuan:

  • Maksimal tunggakan 12 bulan.
  • Denda maksimal Rp 30 juta.
  • Pemberi kerja wajib menanggung denda bagi peserta PPU.

 

Pemerintah terus mengkaji kebijakan ini agar tidak terlalu membebani masyarakat, tetapi tetap menjaga keberlanjutan layanan kesehatan nasional. (*)

Simak berita dan artikel BorneoFlash lainnya di  Google News

banner 700x135

No More Posts Available.

No more pages to load.