Berdasarkan pandangan para ulama, merayakan Hari Ibu dalam Islam diperbolehkan dengan beberapa syarat. Tujuan utama perayaan ini haruslah untuk memuliakan ibu dan mengingatkan orang lain akan pentingnya peran ibu dalam kehidupan. Namun, hal ini tidak boleh membatasi penghormatan kepada ibu hanya pada satu hari tertentu.
Selain itu, perayaan tersebut sebaiknya tidak diwarnai dengan tradisi yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Hal ini penting agar kegiatan tersebut tidak dianggap sebagai bentuk bid’ah atau penyimpangan dari ajaran agama.
5. Langkah Bijak dalam Memperingati Hari Ibu
Jika ingin memperingati Hari Ibu, umat Islam disarankan untuk melakukannya dengan cara yang sesuai syariat. Misalnya, memberikan doa untuk ibu, memberikan hadiah yang bermanfaat, atau melakukan amal baik atas nama ibu.
Langkah pertama adalah memahami niat di balik perayaan ini. Jika tujuannya adalah untuk menggugah rasa cinta dan penghormatan kepada ibu, maka hal ini diperbolehkan. Namun, jika perayaan ini dilakukan hanya karena mengikuti tren, sebaiknya dihindari.
Langkah kedua adalah memilih aktivitas yang sesuai dengan ajaran Islam. Mengucapkan doa, memberikan sedekah, atau melakukan kegiatan sosial atas nama ibu adalah beberapa cara yang direkomendasikan.
Langkah ketiga adalah mengedukasi diri dan keluarga tentang pentingnya menghormati ibu setiap saat, bukan hanya pada Hari Ibu. Dengan demikian, penghormatan kepada ibu menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari.
Apakah Islam melarang merayakan Hari Ibu?
Islam tidak secara tegas melarang, tetapi menekankan bahwa penghormatan kepada ibu seharusnya dilakukan setiap hari.
Bagaimana cara merayakan Hari Ibu yang sesuai syariat?
Merayakan dengan doa, sedekah, atau aktivitas sosial yang bermanfaat adalah cara yang sesuai syariat.
Mengapa sebagian ulama menganggap Hari Ibu tidak perlu dirayakan?
Karena dalam Islam, ibu sudah dimuliakan setiap saat, sehingga tidak perlu hari khusus untuk merayakannya. Selain itu, hari Ibu tidak pernah dilakukan oleh Nabi SAW, para sahabat, maupun generasi salaf, sehingga termasuk bid’ah yang terlarang. (*)